Jumat, 12 Juni 2015

Kerajaan Galuh (Sejarah Ciamis 3)

Pada masa pemerintahan Prabu Niskala Wastu Kencana, negara dan rakyatnya berada dalam keadaan aman tentram kertaraharja, para abdi dalem patuh dan taat terhadap peraturan ratu yang dilandasi oleh purbatiti dan purbajati. Wastu Kencana mempunyai dua orang isteri. Yaitu Larasati (Puteri Resi Susuk Lampung) dan Mayangsari. Putra sulung dari Larasati yang bernama Sang Halimun diangkat menjadi penguasa Kerajaan Sunda berkedudukan di Pakuan Pajajaran pada Tahun 1382. Dari Mayangsari, Wastu Kencana mempunyai empat orang putera yaitu Ningrat Kencana, Surawijaya, Gedeng Sindangkasih dan Gedeng Tapa. Ningrat Kencana diangkat menjadi Mangkubumi di Kawali dengan gelar Surawisesa.
Wastu Kencana wafat pada Tahun 1475 dan digantikan oleh Ningrat Kencana dengan gelar Prabu Dewa Niskala berkedudukan di Kawali, yang hanya menguasai Kerajaan Galuh, karena Kerajaan Sunda dikuasai oleh kakaknya yaitu Sang Halimun yang bergelar Prabu Susuk Tunggal. Dengan wafatnya Wastu Kencana maka berakhirlah periode Kawali yang berlangsung selama 142 Tahun ( 1333–1475). Dalam periode tersebut Kawali menjadi pusat pemerintahan dan Keraton Surawisesa menjadi persemayaman raja-rajanya, terlebih lagi Sribaduga Maharatu Haji sebagai pewaris terakhir tahta Kerajaan Galuh dari ayahnya Dewa Niskala yang pusat kerajaannya di Keraton Surawisesa pindah ke Pakuan Pajajaran (Bogor sekarang), untuk merangkap jabatan menjadi Raja Sunda yang dianugerahkan darimertuanya, maka sejak itu Galuh – Sunda bersatu kembali menjadi Pakuan Pajajaran di bawah kekuasaan SribadugaMaharaja Ratu Haji. Di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Jayadewata yang kini lajim disebut Prabu Siliwangi. Penanggalan pada zaman kerajaan galuh bihari nampaknya kurang tepat bila dijadikan penanggalan Hari Jadi Kabupaten Ciamis, karena luas teritorialnya sangat jauh berbeda dengan keadaan Kabupaten Ciamis sekarang.
Nama Kerajaan  Galuh, baru muncul Tahun 1595, yang sejak itu mulai masuk kekuasaan Mataram. Adapun batas batas kekuasaannya sebagai berikut :
- Di sebelah Timur, Sungai Citanduy;
- Di sebelah Barat, Galunggung Sukapura;
- Di sebelah Utara, Sumedang dan Cirebon;
- Di sebelah Selatan, Samudra Hindia
Daerah – daerah Majenang, Dayeuhluhur dan Pagadingan termasuk ke dalam wilayah kekuasaan galuh masa itu (menurut dr F. Dehaan) dan ternyata dari segi adat istiadat dan bahasa masih banyak kesamaan dengan tatar pasundan terutama sekali di daerah pegunungan. Kerjaan Galuh pada saat itu terbagi menjadi beberapa  pusat kekuasaan yang dipimpin oleh raja-raja kecil (Kandaga  Lante). Yang kemudian dianggap sederajat dengan Bupati yang antara satu dengan lainnya masih mempunyai hubungan darah melalui perkawinan. Pusat-pusat kekuasaan tersebut berada di wilayah Cibatu, Garatengah, Imbanagara, Panjalu, Kawali, Utama (Ciancang) Kertabumi (Bojonglopang) dan Kawasen (Desa Banjarsari). Pengaruh kekuasaan Mataram sedikit banyak mewarnai tata cara pemerintahan dan budaya Kerajaan Galuh dari tata cara buhun sebelumnya. Pada zaman itu mulai ada pergeseran antara Bupati yang satu dengan Bupati yang lainnya, seperti Adipati Panaekan putra prabu Galuh Cipta Permana diangkat menjadi Bupati Wedana (semacam Gubernur) di Galuh oleh Sultan Agung. Pengangkatan tersebut menyulut perselisihan faham antara Adipati Panaekan, dengan Adipati Kertabumi yang berakhir dengan tewasnya Adipati Panaekan jenazahnya dihanyutkan ke Sungai Citanduy dan dimakamkan di Pasarean Karangkamulyan. Sebagai penggantinya ditunjuk Adipati Imbanagara yang pada waktu itu berkedudukan di Garatengah (Cineam Tasikmalaya). Usaha Sultan Agung untuk melenyapkan kekuasaan VOC di Batavia pada penyerangan pertama mendapat dukungan penuh dari Adipati Ukur, walaupun pada penyerangan itu gagal. Pada penyerangan kedua ke Batavia Adipati Ukur mempergunakan kesempatan tersebut untuk membebaskan daerah ukur dan sekitarnya dari pengaruh kekuasaan Mataram. 

Politik Adipati Ukur tersebut harus dibayar mahal, yaitu dengan terbunuhnya Adipati Imbanagara (yang dianggap tidak setia lagi ke Mataram) oleh utusan Mataram yang dipenggal kepalanya dan dibawa ke Mataram sebagai barang bukti, sedangkan badannya dimakamkan di Bolenglang (Kertasari). Tetapi kepala Adipati Imbanagara dapat direbut lagi oleh para pengikutnya walaupun terjatuh di Sungai Citanduy, yang kemudian tempat jatuhnya disebut Leuwi Paten. Kedudukan Adipati Imbanagara selanjutnya digantika oleh puteranya yang bernama Mas Bongsar atau Raden Yogaswara dan atas jasa-jasanya dianugrahi gelar Raden Adipati Panji Jayanegara. Pada masa pemerintahan Raden Adipati Panji Jayanegara, pusat kekuasaan pemerintahan dipindahkan dari Garatengah ke Calingcing yang kemudian dipindahkan lagi ke Barunay (Imbanagara sekarang). Pada tanggal 14 Maulud atau pada tanggal 12 Juni 1642 M. Perpindahan pusat Kabupaten Galuh dari Garatengah ke Imbanagara mempunyai arti penting dan makna yang sangat dalam bagi perkembangan Kabupaten Galuh berikutnya dan merupakan era baru pemerintahan galuh menuju terwujudnya Kabupaten Ciamis dikemudian hari karena :
1.    Peristiwa tersebut membawa akibat yang positif terhadap perkembangan pemerintahan maupun kehidupan masyarakat Kabupaten Galuh yang mempunyai batas teritorial yang pasti dan terbentuknya sentralisasi pemerintahan.
2. Perubahan tersebut mempunyai unsur perjuangan dari pemegang pimpinan kekuasaan terhadap upaya peningkatan kesejahteraan rakyatnya dan adanya usaha memerdekakan kebebasan rakyatnya dari kekuasaan penjajah.
3.   Kabupaten Galuh di bawah pemerintahan Bupati Rd. Adipati Arya Panji Jayanegara mampu menyatukan wilayah galuh yang merdeka dan berdaulat tanpa kekerasan.
4.   Adanya pengakuan terhadap kekuasaan mataram dari Kabupaten Galuh semata-mata dalam upaya memerangi penjajah (VOC) dan hidup berdampingan secara damai.
5.      Sejarah perkembangan Kabupaten Galuh tidak dapat dipisahkan dari sejarah terbentuknya Kabupaten Ciamis itu sendiri. Dirubahnya nama Kabupaten Galuh menjadiKabupaten Ciamis pada Tahun 1916 oleh Bupati Rd.Tumenggung Satrawinata (Bupati Ke−18) sampai sekarang belum terungkap alasannya, merupakan fakta sejarah yang tidak bisa dipungkiri dan dihindari.

Atas pertimbangan itulah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Ciamis dalam Sidang Paripurna Khusus tanggal 17 Mei 1972 dengan surat Keputusannya, sepakat untuk menetapkan tanggal 12 Juni 1642 sebagai Hari Jadi Kabupaten Ciamis. 
(sumber: Panitia Hari Jadi Kabupaten Ciamis ke 373 Tahun 2015)

Tidak ada komentar:

Puasa

Sebentar lagi memasuki Bulan Ramadhan, 14 hari lagi InsyaAlloh.  Tidak terasa, Baru kemarin merayakan lebaran.... Kalimat yang hampir sama k...