Langsung ke konten utama

Melek Politik

Tabloid Detik.
(sumber: youtube.com)
Entah kenapa aku suka politik. Sejak dulu, sejak orde baru. Padahal aku termasuk yang merasakan dekapan "indahnya dan nikmatnya orde baru'. Hidup normal dalam tatanan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan yang stabil. Namun tidak normal dalam pandangan sebagian mereka yang kritis. Penuh kesewenang-wenangan bagi mereka yang terpinggirkan dan lawan politik yang memilih berseberangan. Hidup yang viveri vericoloso bagi mereka yang mencoba berbeda warna dan tidak ikut arus utama (mainstream).

Tabloid Detik merupakan salah satu media non mainstream yang menjadi referensi politikku saat itu. Selain ayah, tabloid Detik adalah mentor politikku. Menyisihkan uang jajan sekedar untuk mendapat pencerahan dan pendapat berbeda tentang kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dulu aku pengagum Sukarno. Selain Iwan Fals dan Luna Maya, posternya menghiasa dinding karmarku. Di sampinglaporan utama rubrik yang menarik dari Tabloid Detik adalah Dialog Imajiner dengan Bung Karno. Aku terinspirasi bikin Dialog Imajiner dengan Pak Harto.

Rubrik ini ditulis oleh Emha Ainun Najib (Cak Nun). Sejak dulu ia selalu memilih di luar jalur. Hampir menyangka mau mendekati kekuasaan di penghujung orde baru, tapi ternyata tidak.

Isi tabloid ini lebih menyuarakan nada-nada yang berseberangan dengan pemerintah. Mengekspose tokoh-tokoh yang agak berbeda. Agum Gumelar dan Hendropriyono termasuk aparat pemerintah yang dulu memberi angin kepada mereka yang bersebrangan. Posisinya dan sikap politik dalam bandul kekuasaan kini merupakan penjelasan dari sikap politiknya dulu.

Bersikap "berseberangan" itu terkadang menguntungkan terkadang merugikan. Tergantung siapa yang menang. Berpolitik adalah sebuah jalur percepatan. Namun kalau patron politiknya dalam posisi tidak menguntungkan, ia akan mengalami perlambatan.

Tapi berpolitik itu harus siap lahir batin. Fisik dan mental. Sebab politik hanya mengenal menang kalah. Kalau menurut pepatah Sunda, berpolitik itu mending sineger tengah, ulah hareup teuing ulah tukang teuing. Ah! Hidup itu adalah pilihan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENSIUN, PURNABAKTI, PURNATUGAS DAN PURNAWIRAWAN

Hari ini di kantor ada perpisahan rekan kerja yang akan memasuki masa pensiun mulai bulan Oktober besok.  Masa kerja lebih dari tiga puluh tahun jelas merupakan sebuah prestasi, melewati dan mengalami berbagai macam dinamika birokrasi atau minimal berhasil melawan segala kejenuhan. Banyak istilah yang mengacu  pada berakhirnya masa kerja, ada purnabakti, purnatugas dan purnawirawan artinya pasti sama, pension!kecuali purnawarman, itu merupakan nama raja dulu dan dipakai sebagai salah satu nama jalan di Bandung. Pensiun bukan momok yang menakutkan itu adalah alur perjalanan karier! Aku sampai ga ya ke usia pensiun! mudah-mudahan Alloh SWT Sang Pemilik Kehidupan memberikanku kenikmatan hidup dan kebarokahan hidup!sama seperti usia Rasululloh SAW pun bagiku sudah sangat beruntung. Aamiin ya robbal a'lamiin! Selamat buat Ibu Nani Hernani, Kasubag TU Kantor Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat Kabupaten Ciamis yang hari ini memasuki usia pensiun. Beliau pensiun denga

Area Patimuan, Situs Cagar Budaya Karang Kamulyan

Salah satu tempat yang menarik di Situs Cagar Budaya Karang Kamulyan Ciamis adalah Patimuan. Situs Cagar Budaya Karang Kamulyan berada di Kecamatan Cijeungjing Kabupaten Ciamis persis di samping jalan nasional jalur selatan perbatasan Kecamatan Cijeungjing dan Cisaga.  Aliran Sungai Cimuntur Aliran Sungai Citanduy Patimuan merupakan pertemuan dua sungai besar; Sungai Cimuntur dari arah utara dan Sungai Citanduy dari arah barat. Patimuan juga tidak lepas dari sejarah Ciung Wanara yang kesejarahannya terangkum di situs Cagar Budaya Karang Kamulyan. Sungai Cimuntur terlihat lebih keruh bila dibandingkan dengan air Sungai Citanduy. Ini terkait dengan tingkat erosi yang lebih tinggi di Daerah Aliran Sungai Cimuntur. Pertemuan Sungai Cimuntur dan Citanduy Ikan-ikan khas Citanduy dan Cimuntur seperti Bebeong dan Balar masih bisa didapatkan oleh para pemancing. Memancing Situs Cagar Budaya ini perlu lebih dioptimalkan lagi pengelolaannya. Selain tempatnya yang str

Lodong Kosong Ngelentrung!

Kami menyebutnya Lodong. Terbuat dari bambu, biasanya bambu jenis Gombong atau Bitung. Lodong ini adalah untuk menampung air nira Kawung (Aren ) yang nantinya diolah menjadi gula. Sehabis dipakai biasanya disterilkan dengan diasapin di hawu (perapian tradisional). Kalau di Bahasa Indonesia ada peribahasa Tong Kosong Nyaring Bunyinya nah di Bahasa Sunda paribasa "Lodong Kosong Ngelentrung" artinya mirip "orang yang banyak bicara biasanya ga ada isinya". Sigay Selain lodong, piranti terkait prosesi membuat gula adalah sigay. Sebatang kayu yang digunakan sebagai tangga untuk menaiki pohon aren.