Jumat, 01 Februari 2013

Something About Me!



Sejatinya untuk memutuskan dimana dan bagaimana plasenta anakku dikubur adalah sesuatu yang sederhana.  Namun dua minggu yang lalu ketika anak keduaku lahir keputusan itu seolah menjadi sesuatu yang sulit.  Hal yang agak aneh jika melihat posisiku sebagai kepala keluarga yang mempunyai otoritas penuh untuk itu. Aku masih harus meminta masukan mertua dan mendengar apa kata tetangga.  Ritual dan mitos yang ada seputar tatacara memperlakukan plasenta ikut mempengaruhi bagaimana aku harus membuat sebuah keputusan.
Pada kasus tertentu aku cenderung peragu dan mudah terpengaruh!. Sifat ini berpengaruh pada mekanisme pembuatan sebuah keputusan. Terlalu banyak faktor yang dipertimbangkan dan terkadang alasan untuk menghindari konflik lebih dominan dibanding keputusan yang logis.  Malah terkadang aku mengorbankan kepentinganku sendiri demi terciptanya sebuah harmoni. Karena itu membuat keputusan secara kolektif lebih kusukai.
Sifat ini terkadang menyiksa.  Aku harus berlama-lama berada di toko ketika dihadapkan untuk membuat keputusan pembelian dengan banyak pilihan jenis dan motif.  Sejarah kepemimpinan yang kupunyai sebenarnya yang cukup lumayan.  Di Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas aku pernah menjabat sebagai ketua OSIS.  Tapi memang gaya kepemimpinanku sejak dulu lebih mengedepankan kolektifitas dengan tidak terlalu mengedepankan ego sebagai seorang pucuk pimpinan.  Hal ini terkadang ditafsirkan orang bahwa aku seorang pemimpin yang lemah dan mudah dipengaruhi.
Aku adalah bungsu dari dua bersaudara. Ini mungkin salah satu hal yang membuatku peragu dan mudah terpengaruh.  Aku lebih banyak disodori sesuatu yang sudah jadi, jarang dilibatkan dari proses awal.  Selain itu peringatan dan hukuman yang diberikan orang tua manakala aku melakukan sesuatu yang kurang berkenan membuat terkadang membuatku takut untuk melakukan sesuatu.
Sifat itu harus aku  ubah sedikit demi sedikit.  Membuat keputusan sesuatu yang inherent dari seorang pemimpin. Kemampuan untuk membuat sebuah keputusan secara cepat dan tepat adalah kemampuan yang harus selalu diasah dan diuji. Aku harus belajar berkonflik, membuka front! Tentunya bukan sembarang konflik. Tapi konflik yang dihasilkan dari keputusan yang aku buat. Bukankah sebagai pemimpin kita tidak akan bisa memuaskan semua orang.  Pasti akan ada orang yang pro dan kontra.
Aku juga harus berani untuk melakukan kesalahan.  Ahli kebijaksanaan mengatakan bahwa orang yang baik itu bukan orang yang tidak pernah membuat kesalahan. Tapi orang yang berbuat kesalahan kemudian memperbaikinya.  Tetapi kalau penghapus lebih cepat habis dari pensil artinya kita terlalu banyak membuat kesalahan.

Tidak ada komentar:

Bangsa yang Kejam

Tak sampai nalarku untuk mengerti mengapa di era modern dimana konon peradaban sedemikian maju ada entitas bangsa yang berlaku demikian barb...