Kata galuh berasal, dari bahasa sansekerta, yang berarti
batu permata, kerajaan galuh berarti kerajaan batu permata yang indah gemerlapan,
subur makmur gemah ripah loh jinawi, aman tentram kertaraharja. Dari sejarah
terungkap bahwa pendiri Kerajaan Galuh adalah Wretikkandayun, beliau adalah
putra bungsu dari Kandiawan yang memerintah Kerajaan Kendan selama 15 Tahun
(597–612) yang kemudian menjadi pertapa di Layungwatang (Daerah Kuningan) dan
bergelar Rajawesi Dewaraja atau Sang Layungwatang. Wretikkandayun berkedudukan
di Medangjati, tetapi beliau mendirikan pusat pemerintahan yang baru dan diberi
nama Galuh (yang lokasinya kurang lebih Desa Karangkamulyan sekarang). Beliau,
dinobatkan pada tanggal 14 Suklapaksa Bulan Catra Tahun 134 Caka (kira-kira 23 Maret
612 Masehi). Tanggal tersebut dipilihnya benar-benar menurut tradisi Tarumanagara,
karena tidak saja dilakukan pada Hari Purnama melainkan juga pada tanggal itu
matahari terbit tepat di titik timur. Tujuan Wretikkandayun membangun pusat pemerintahan
di Daerah Karangkamulyan (sekarang) adalah untuk mebebaskan diri dari
Tarumanagara, yang selama itu menjadi negara “adikuasa”. Oleh karena itu demi mewujudkan
obsesinya ia menjalin hubungan baik dengan Kerajaan Kalingga di Jawa Tengah,
bahkan putra bungsunya Mandi Minyak dijodohkan dengan Parwati putri sulung Maharanissima.
Kesempatan untuk menjadi negara yang berdaulat penuh, terjadi pada Tahun 669 ketika
Linggawarman (666– 669) raja tarumanagara yang ke―12 wafat. Ia digantikan oleh menantunya
(suami Dwi Manasih) bernama Terusbawa yang berasal dari Kerajaan Sunda Sumbawa.
Terusbawa inilah yang pada saat penobatannya tanggal 9 Suklapaksa Bulan Yosta
Tahun 951 Caka (kira-kira 17 Mei 669 Masehi), ia mengubah Kerajaan Tarumanagara
menjadi Negara Sunda. Tahun berikutnya Wretikkandayun mengutus duta, menghadap
Raja Terus bawa dan menyampaikan niatnya untuk berdiri sendiri sebagai negara
berdaulat dan sederajat dengan Negara Sunda. Dalam surat resmi yang disampaikan
disebutkan bahwa atas niat tersebut telah mendapat dukungan dari kerajaan-kerajaan
bawahan Tarumanagara (Kandagalante) bagian timur, ia juga meminta dukungan dari
Kalingga. Dalam posisi yang sulit dan lemah, Raja Terusbawa menerima kenyataan
ini, maka sejak Tahun 670 Masehi bekas wilayah Tarumanagara terpecah menjadi
dua yaitu : Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh dengan batas Sungai Citarum. Kedudukan
Wretikkandayun sebagai raja cukup lama pada saat menjadi bawahan Tarumanagara.
Ia memerintah selama 56 Tahun, sedangkan setelah memisahkan diri dari Negara
Sunda, ia sempat memerintah selama 32 Tahun. Ia wafat Tahun 702 Masehi dalam
usia 111 Tahun dan digantikan oleh putranya yang bungsu Mandi Minyak. Masa
Kerajaan Galuh berakhir kira-kira Tahun 1333 Masehi ketika Raja Ajiguna Lingga
Wisesa atau Sang Dumahing Kending (1333–1340) mulai bertahta di Kawali,
sedangkan kakaknya Prabu Citragada atau Sang Dumahing Tanjung bertahta di
Pakuan Pajajaran. Lingga Wisesa adalah kakek Maharaja Lingga Buana yang gugur pada
Perang Bubat Tahun 1357, yang kemudian diberi gelar Prabu Wangi. Ia gugur
bersama putri sulungnya Citra Resmi atau Diah Pitaloka. Diah Pitaloka mempunyai
adik laki-laki bernama Wastu Kencana dan diberi umur panjang. Ketika perang
bubat berlangsung Wastu Kencana baru berusia 9 Tahun. Di bawah bimbingan
pamannya yaitu Mangkubumi Suradipati alias Sang Bumi Sora atau Batara Guru di
Jampang, Wastu Kencana berkembang menjadi seorang calon raja yang seimbang
keluhuran budinya lahir bathin, seperti tersebut pada wasiatnya yang tertulis
pada
Prasasti Kawali, yaitu :
- Nagara akan jaya dan unggul perang bila
rakyat berada dalam kesejahteraan (Kerta Bener)
- Raja harus selalu berbuat kebajikan (Pakena Gawe Rahayu) Itulah syarat yang menurut wasiatnya untuk dapat pakeun heubeul jaya
dina buana, pakeuna nanjeur najuritan untuk
menuju mahayunan ayuna kadatuan.
(sumber: Panitia Hari Jadi Ciamis ke 373 tahun 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar