Selasa, 23 Februari 2016

Semua Adalah Musyafir (By Salim A Fillah)

Petunjuk Jalan 
Syahdan, seorang musyafir mengunjungi rumah  seorang ‘alim besar di suatu kota, yang dengan amat memesona baru saja menyampaikan sebuah khutbah Jumat nan tersimak dengan khusyu’. Memasuki sebuah ruangan dalam bangunan amat bersahaja, dia tak menemukan apapun selain senym yang tulus, air yang sejuk dan sajian siang yang dihulur dalam wadah bersahaja.  Ketika mengedarkan mata, selain alas yang diduduki, taka da benda lain yang lazim mengisi rumah! Kosong, tapi terasa lapang. Melompong tapi tak hampa. “Wahai Syaikh?", tanyanya memberanikan diri, “Dimanakah perabotan dan perkakas rumah tangga anda?”. Orang arif itu tersenyum,” Ah iya! Nah, dimana pula perabotanmu, anakku?”. Lho saya ini kan hanya berkunjung”, jawabku sambil heran atas pertanyaannya. “ Sama anakku..heheh…sama”’ terkekeh Sang Syeikh. “ Aku juga hanya pengunjung di dunia ini”.

Ada makna yang sungguh dalam pada perbincangan ini. Seakan ia pengejawantahan sabda Rasululloh SAW. Kepada Ibnu Umar RA yang direkam Imam Bukhari,” Jadilah engkau di dunia bagai orang asing”, ujar beliau. “Atau musyafir yang menyeberangi jalan”. Sayyidina Abdullah Ibn “umar menggarisbawahi dengan menyatakan,” Jika kau berada di waktu sore jangan menunggu pagi. Jika kau berada di waktu pagi jangan menunggu waktu sore”.  Ini penekanan tentang waktu pulang yang rahasia, seringnya tiba-tiba, dan penjang serta rumit perjalanannya di sebalik pintu bernama maut!

Barangkali setiap orang punya kiat masing-masing untuk menjaga hakikat makna ini di dalam hati. Adalah Imam Asy Syafi’i selalu berjalan dengan bertelekan tongkat mesti usianya masing muda dan tubuhnya masih perkasa. Beliau masyhur dapat menunggang kuda tanpa pelana semberi memegangi kupingnya, jika membidikan 10 anak panah tak satupun lepas dari sasarannya.


Maka seseorang bertanya,” Buat apa engkau bertongkat padahal umurmu masih belau dan badanmu tampak kuta?”, “Untuk senantiasa mengingatkan diri”, ujar beliau sembari tersenyum”. “Bahwa aku ini hanya musyafir yang mampir, singgah untuk mengabdi saja, tidak selamanya. 

1 komentar:

Suheryana Bae mengatakan...

Bagaimana mungkin orang yang berjalan ke barat mengetahui timur. So kita mau berjalan ke mana ?

Bangsa yang Kejam

Tak sampai nalarku untuk mengerti mengapa di era modern dimana konon peradaban sedemikian maju ada entitas bangsa yang berlaku demikian barb...