Kalau tidak mampu membuat keputusan jangan menjadi pemimpin, jadi pengikut yang taat saja.
Tapi seni yang paling tinggi adalah bagaimana menatakelola sumberdaya untuk memastikan keputusan itu dapat dijalankan dengan baik.
It's fundamental of management!
Untuk itulah kemampuan itulah sehingga pemimpin diberikan berbagai fasilitas dan privacy nomor satu.
Tidak cukup hanya mengintruksikan,
atau hanya sekedar memerintahkan.
Kontrol dan evaluasi harus juga dijalankan.
Bahwa keputusan itu tidak akan bisa membuat semua orang bahagia itu adalah sebuah hukum alam. Orang akan menilai sebuah keputusan dari sudut pandang kepentingannya.
Jangankan keputusan manusia, banyak yang menyalahkan hukum dan takdir Tuhan ketika tidak sesuai dengan keinginan dan kepentingannya.
Ketika sebuah keputusan telah dibuat dengan mengerahkan segala kapasitas yang ada, mempertimbangkan berbagai faktor, memperhatikan berbagai kepentingan, dan didasari niat untuk kebaikan .... tinggal berserah diri kepada Alloh!
Ketika sebuah keputusan telah dibuat dengan mengerahkan segala kapasitas yang ada, mempertimbangkan berbagai faktor, memperhatikan berbagai kepentingan, dan didasari niat untuk kebaikan .... tinggal berserah diri kepada Alloh!
Bagi kaum beriman, disinilah esensi bahwa pemimpin itu ketakwaannya harus lebih.
Ada kekuasaan Tuhan dalam setiap kejadian.
Sehingga dalam teologi yang saya pahami.
Kekuasaan itu jangan dicari.
Kalau kekuasaan datang diamanahkan kepada kita.
Jalankan semampu kita, ikhtiar dan tawakal.
InsyaAlloh, Tuhan akan membantuk kita.
Mungkin ini musykil dan malah mustahil dalam dunia birokrasi.
Jangan pedulikan mereka yang berseberangan!
Memilih menjadi pemimpin adalah memilih untuk menderita.
Mewakafkan kapasitas dirinya untuk kebaikan orang-orang yang dipimpinya.
Merelakan waktu pribadinya untuk mendengar dan menyelesaikan segala keluh kesah!
Menjadi pemimpin adalah takdir.
Menjadi pemimpin adalah takdir.
Sudah tertulis di Lauhil Mahfudz!
Alam demokrasi membuat kepemimpinan menjadi sebuah kontestasi.
Demokrasi pula yang memberikan peluang bagi berbagai latar belakang potensi dan identitas untuk maju menjadi pemimpin.
Memimpin tidak lagi menjadi hak istimewa warna, agama, profesi dan ideologi politik tertentu.
Selama ia memenangi proses pemilihan, ia berhak menjadi pemimpin.
Dinamika proses pemilihan itulah yang kadang-kadang mengkhianati asas-asas demokrasi itu sendiri.
Libidoku untuk menjadi pemimpin hampir-hampir hilang.
Libidoku untuk menjadi pemimpin hampir-hampir hilang.
Kesadaran bahwa banyak hal yang harus diperbaiki pada diri ini.
Do'a terbaiku semoga kita mendapat pemimpin terbaik di semua tingkatan yang mampu memfasilitasi kita untuk dapat beribadah dengan baik, berusaha dan bekerja dengan tenang dan mendidik anak sarana dan prasarana yang berkualitas.