Bunyi
klotok-klotok klotok-klotok di gerbang Mesjid Salman sejenak menghentikan
langkahku. Rupanya bunyi itu berasal
dari mainan perahu klotok yang dijual seorang lelaki paruh baya. Ingatan terhadap anakku membuatku berniat
untuk membelinya. Dengan sedikit
tawar-menawar yang berakhir pada diserahkannya selembar uang sepuluh ribuan
membuat mainan itu pindah ke dalam tasku.
Antusias
jagoan kecilku menyeruak manakala mainan itu diperlihatkan menghapus segala lelahku
menempuh perjalanan Bandung-Ciamis. Mulutnya tak berhenti nyerocos bertanya
tentang mainan perahu klotok itu. Namun sayang entah apa sebabnya perahu itu
tak kunjung unjuk kebolehan. Mungkin
tangkinya bocor atau aku kurang memahami mekanisme kerjanya yang jelas raut kekecewaan
terpancar jelas di wajah jagoan kecilku.
Mainan
perahu klotok adalah mimpi masa kecilku. Aku pernah marah sama orang tuaku karena
keinginanku untuk dibelikan mainan itu tidak mereka gubris. Sikap bapakku ketat dalam soal mainan. Satu prinsip yang selalu ditanamkan oleh ayahku
katanya beli mainan itu seperti membeli sampah.
Lebih baik beli makanan. Akhirnya mainan perahu klotok dan truk-trukan
selalu menjadi impian sampai habis masa kecilku.
Entah
sebuah pelampiasan dari keinginan yang dulu tidak terwujud atau
ketidakkuasaanku menolak keinginan anakku, sebagian besar keinginan anakku
untuk membeli mainan selama masih ada dalam jangkauan daya beliku selalu
terlaksana. Benar apa yang dikatakan
ayahku dulu. Tumpukan mainan yang rusak atau korban kebosanan anakku menumpuk
di sudut kamar. Nyaris hanya kepuasan
sesaat dan mungkin saja bahasa kasih sayang kami dalam bentuk mainan dipahami
salah oleh anakku. Pembelian mainan anak hanya taktik sederhana menghentikan
kemarahan atau kekecewaan anak. Nilai
edukasinya tidak terlalu signifikan bila dibandingkan dengan pengorbanan yang
dikeluarkan.
Memang
simalakama tetapi kita harus mampu bersikap. Manajemen pendidikan anak harus
dikuasai dengan baik. Kita harus mampu mengelola setiap keinginan anak dan juga
mengelola ekspresi kasih sayang kita
kepada anak dengan teknik yang edukatif dan konstruktif. Sekarang aku dapat memahami sikap orang tuaku
dulu dengan positif mengapa mereka dulu tidak terlalu memanjakanku. Thanks Mom
n Pap!.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar