Angkringan di Depan Stasiun Maos Cilacap |
Pertama menyicipi kuliner angkringan sekitar lima tahun yang
lalu, di pelataran depan Stasiun Maos Cilacap. Menjelang keberangkatan ke
Bandung setelah mlaku-mlaku di sekitaran tanah Cilacap. Sambil menunggu kereta
berangkat, Mas Annas tuan rumah sekaligus local partner kita selama di
Cilacap mengajak menikmati suasana angkringan.
Hidangannya khas dan sederhana. Ada berbagai jenis gorengan, sate-satean, tahu tempe, nasi bungkus dan lain-lain. Ada beberapa makanan dan
minuman yang terasa agak asing bagi saya yang punya lidah Sunda. Menunya juga
sederhana. Bapak penjualnya ramah. Suasana yang mencerminkan cita rasa dan
suasana kebatinan yang penuh kesederhanaan. Sesuai dengan makna dan epistemologi
angkringan itu sendiri.
Dari berbagai literatur, konon kata Angkringan (berasal dari
bahasa Jawa angkring yang dapat diartikan sebagai alat dan tempat jualan
makanan keliling yang pikulannya mempunyai bentuk yang khas, yaitu berbentuk
melengkung ke atas). Angkringan juga dapat dipersonifikasikan sebuah gerobak
dorong untuk menjual berbagai macam makanan dan minuman di pinggir jalan di
Jawa Tengah dan Yogyakarta
Ketika berbicara tentang sejarah angkringan maka mau tidak
mau kita harus menyebut nama Mbah Pairo. Dari sosok inilah sejarah angkringan
bermula. Mbah Pairo adalah pionir konsep angkringan di Jogjakarta pada sekitar tahun
1950-an. Ia adalah perantau dari Cawas, sebuah kawasan di Klaten. Keterbatasan
sumber daya yang ada didaerah asal memaksa ia untuk mengadu nasib di
Jogjakarta. Dari latar belakang inilah angkringan sering dinisbahkan sebagai
semangat perjuangan untuk merubah nasib, menaklukan kemiskinan. Romantisme
kehidupan yang mencerminkan kerja keras dan keuletan.
Di Ciamis juga akhir-akhir ini banyak yang kuliner yang
mengadopsi konsep angkringan. Di seputaran Alun-Alun Ciamis dan sekitarnya
mudah kita temui angkringan-angkringan yang menambah khasanah wisata kuliner di
Kota Manis. Sesuatu yang lima tahun kebelakang tidak ada akan kita temui, entah sebuah akulturasi budaya, atau strategi pemasaran belaka!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar