Mulai pada Bulan April 2012 para
Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI dan
Polri( untuk para Pensiunan biasanya menyusul) akan mendapati kenaikan jumlah
pada struk gaji mereka sebagai pertanda kebijakan pemerintah untuk menaikan
gaji pegawai mereka mulai berlaku. Hal ini tentu disambut dengan senyuman dari
para Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI dan Polri sebagai ekspresi
kebahagiaan. Walau terkadang di sudut
yang lain keputusan kenaikan gaji tersebut ditanggapi dengan sinis karena
kinerja yang masih tidak setimpal dan kekhawatiran ikut naiknya harga barang
sebagai reaksi kenaikan gaji tersebut. Sejak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
berkuasa hampir tiap tahun anggaran gaji pegawai negeri sipil mengalami
kenaikan. Lepas dari motif kebijakan
baik itu pertimbangan ekonomis, humanis ataupun politis, kenaikan gaji tersebut
patut diapresiasi sebagai upaya pemerintah untuk membantu aparaturnya memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Pandangan
negatif dan terkadang sinis lahir karena kinerja Pegawai Negeri Sipil dan
aparatur negara lainnya yang belum meningkat secara signifikan sehingga mereka
merasa belum saatnya reward mereka
ditingkatkan. Ini pun hendaknya dilihat sebagai bentuk kepedulian dari
masyarakat sebagai salah satu stakeholder
penyelenggaraan negara yang notabene melalui pajak yang mereka bayarkan ikut
juga berkontribusi menggaji para aparatur negara.
Kenaikan
gaji Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI
dan Polri dilatarbelakangi oleh keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan para
aparatur negara sehingga mereka dapat tenang bekerja dan menghindarkan diri
dari tindakan tidak terpuji yang akan merugikan keuangan negara. Sehingga
diharapkan dengan kenaikan gaji yang hampir dilakukan tiap tahun akan
meningkatkan jumlah take home pay
yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil,
TNI/Polri. Selain itu kenaikan gaji Pegawai Negeri Sipil, TNI/Polri juga
diharapkan dapat berdampak pada peningkatan kegiatan ekonomi (multiplier effect) masyarakat secara
keseluruhan. Dengan adanya kenaikan gaji maka diharapkan adanya kenaikan daya
beli para Pegawai Negeri Sipil, TNI/Polri yang secara otomatis pembelian yang
dilakukan akan memutar roda ekonomi atau mendorong bergeraknya sektor riil. Dengan konsep ini maka implikasi positis
kebijakan kenaikan gaji Pegawai Negeri Sipil, TNI/Polri tidak hanya dapat
dirasakan oleh para pegawai tetapi juga oleh masyarakat secara keseluruhan.
Namun
pada kenyataanya dampak kenaikan gaji Pegawai Negeri Sipil, TNI/Polri tidak
seperti yang diuraikan di atas. Dengan tidak bermaksud untuk menyudutkan, sudah
menjadi fakta umum bahwa mayoritas Pegawai Negeri Sipil, TNI/Polri dan bahkan
termasuk para pensiunan adalah debitur dari bank-bank dan beberapa lembaga
keuangan lainnya. Di sisi yang lain
pihak perbankan dan lembaga keuangan lainnya dengan mempertimbangkan jaminan
kelancaran pembayaran angsuran kredit seolah berlomba memberikan kemudahan mekanisme
pemberian kredit yang diperuntukan bari para Pegawai Negeri Sipil, TNI/Polri dan
para pensiunan. Persyaratan yang semakin mudah, pagu pinjaman yang semakin
besar dan jangka waktu pinjaman yang makin lama menjadi daya tarik bagi para Pegawai
Negeri Sipil, TNI/Polri dan para pensiunan untuk mengajukan permohonan kredit
pinjaman.
Tidak
salah dan wajar-wajar saja fenomena ini terjadi. Apalagi ketika seorang Pegawai Negeri Sipil,
TNI/Polri dan para pensiunan memerlukan sejumlah uang yang cukup besar dalam
waktu yang mendesak serta tidak punya
alternatif lain maka meminjam ke perbankan atau lembaga keuangan lainnya merupakan
jawaban yang paling realistis. Yang
harus diwaspadai adalah manakala pengelolaan keuangan Pegawai Negeri Sipil,
TNI/Polri yang kurang bijak sehingga take
home pay sisa potongan sana sini yang kurang memadai untuk mencukupi
kebutuhan sehari-hari.
Kemampuan
seseorang untuk mengelola keuangan merupakan salah satu dari parameter dari
kecerdasan finansial. Kecerdasan finansial (financial quotient) itu sendiri dapat diartikan sebagai kemampuan
seseorang untuk mendayagunakan kemampuan pribadinya dalam mendapatkan dan
mengelola uang. Kecerdasan jenis ini sangat dibutuhkan agar kita tidak terjebak dalam dua jenis
permasalahan klasik keuangan yaitu kekurangan uang atau kelebihan uang.
Kekurangan uang menyebabkan seseorang selalu disibukkan dengan
permasalahan-permasalahan bagaimana mencari uang, dan ini bisa membawa dirinya
menjadi lose of control dan akhirnya menempuh
berbagai macam cara untuk memperoleh
uang. Terkadang kekurangan uang ini juga diakibatkan oleh individu yang kurang
bersyukur. Perasaan selalu merasa kurang dan memiliki pandangan ukuran
kebahagian dengan selalu melihat ke atas akan menjauhkan orang dari kebahagiaan
yang hakiki. Kelebihan uang yang tidak disertai dengan pengelolaan yang benar
juga lambat laun akan menciptakan permasalahan. Uang akan habis tanpa dapat
memetik hasil dari investasi yang seharusnya dilakukan.
Hati-Hati Jebakan Utang
(Debt Trap)
Berutang
itu wajar, yang harus diwaspadai adalah manakala kita telah terjebak dalam
perangkap utang. Ketika pendapatan kita
sebagian besar digunakan untuk membayar utang akan membuat neraca keuangan bulanan
kita tiap bulan tidak seimbang.
Pengeluaran kita lebih besar dari pada pendapatan. Peribahasanya besar
pasak daripada tiang. Menghadapi kondisi ini biasanya orang cenderung untuk
mencari utang baru, gali lobang tutup lobang!. Inilah yang dimaksud dengan
jebakan utang. Godaan kemudahan mendapat
pinjaman harus disikapi dengan bijak dan pertimbangan bahwa kebutuhan hidup
akan semakin meningkat. Usahakan jumlah
cicilan pinjaman yang harus kita bayar setiap bulan tidak lebih dari 60%
pendapatan total kita. Jumlah 60% ini sebenarnya tergolong cukup tinggi, sebab
para pakar perencana keuangan biasanya hanya merekomendasikan maksimal 30%
saja. Angka 60% ini juga banyak dipakai
sebagai jumlah cicilan maksimal dari total pendapatan yang ditentukan oleh Perbankan. Ketentuan ini untuk kebaikan debitur juga,
diharapkan dengan sisa gaji yang ada (40%) debitur masih dapat hidup dengan
layak.
Teori
klasik perencanaan keuangan menyatakan bahwa untuk menyeimbangkan/menyehatkan
neraca keuangan kita ada dua cara yang dapat ditempuh:
1. Meningkatkan pendapatan
Mekanisme ini menuntut kita untuk menumbuhkan jiwa
kewirausahaan dalam diri kita. Kita
harus kreatif dan inovatif untuk mencari sumber penghasilan baru. Potensi dan kapasitas yang kita punyai harus
kita pakai untuk melakukan sesuatu yang dapat menghasilkan uang. Hobi yang kita geluti pun ketika memakai
pendekatan kewirausahaan tidak akan menjadi beban pengeluaran, justru akan
menjadi sumber penghasilan;
2. Mengurangi pengeluaran.
Penghematan!itulah
kuncinya. Kita harus rela menghilangkan
pos pengeluaran yang tidak prioritas dari daptar belanja kita. Prinsip hidup mengikuti trend dan fashion
harus dihindari manakala keuangan kita tidak berlebih. Jebakan pergaulan, kelompok hobi dan gaya
hidup yang penuh gengsi harus disikapi dengan bijak dan didefinisi ulang dengan
dasar visi hidup yang membumi. Prinsip hidup“biar
tekor asal sohor” bukan filsafat hidup yang layak untuk dijunjung tinggi.
Gaji Baru Tidak Berarti
Kredit Baru
Ketika kita mendapat tambahan penghasilan
(kenaikan gaji misalnya) maka kita jangan berfikir bahwa ini adalah kesempatan
untuk mendapat kredit yang lebih besar, apalagi dengan membuka kredit baru di
lembaga keuangan yang lain. Kalau kita berfikir seperti itu maka kenaikan gaji
tidak akan berdampak signifikan terhadap kesehatan keuangan kita. Take home pay kita tidak akan meningkat
sementara disisi yang lain tuntutan kebutuhan dan tingkat inflasi menuntut
tersedianya uang yang cukup besar.
Ketika kenaikan Pegawai
Negeri Sipil, TNI/Polri dan para pensiunan dipakai untuk meningkatkan pagu
pinjaman atau penciptaan kredit baru, kebijakan kenaikan gaji Pegawai Negeri Sipil, TNI/Polri dan para Pensiunan
tidak akan berimplikasi luas. Peningkatan kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil, TNI/Polri dan para
pensiunan tidak akan tercapai dan realisasi multiplier
effect seperti yang diharapkan oleh pemerintah tidak akan terlaksana. Sektor riil tidak akan terstimulasi dengan
maksimal. Justru terpicunya kenaikan
harga yang mengemuka. Yang terjadi adalah gap antara kenaikan harga dengan daya
beli masyarakat yang semakin besar.
Berikut beberapa
hal yang harus diperhatikan agar kebijakan kenaikan gaji Pegawai Negeri Sipil, TNI/Polri dan para
Pensiunan memberikan manfaat yang maksimal:
a. kembali ke
pola hidup sederhana, membeli sesuatu yang benar-benar dibutuhkan;
b. menjauhi gaya
hidup konsumtif;
c. ketika memang perlu untuk meminjam
uang tetap disiplin dengan rumus cicilan maksimal 60% dari total pendapatan
kita, lebih kecil lebih baik;
d. jangan meminjam ke beberapa
bank/lembaga keuangan;
dengan semakin bijak
kita mengelola keuangan mudah-mudahan akan semakin meningkatkan kualitas kerja
dan hidup kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar