Tampilkan postingan dengan label Iwan Fals. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Iwan Fals. Tampilkan semua postingan

Kamis, 24 Januari 2019

Melek Politik

Tabloid Detik.
(sumber: youtube.com)
Entah kenapa aku suka politik. Sejak dulu, sejak orde baru. Padahal aku termasuk yang merasakan dekapan "indahnya dan nikmatnya orde baru'. Hidup normal dalam tatanan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan yang stabil. Namun tidak normal dalam pandangan sebagian mereka yang kritis. Penuh kesewenang-wenangan bagi mereka yang terpinggirkan dan lawan politik yang memilih berseberangan. Hidup yang viveri vericoloso bagi mereka yang mencoba berbeda warna dan tidak ikut arus utama (mainstream).

Tabloid Detik merupakan salah satu media non mainstream yang menjadi referensi politikku saat itu. Selain ayah, tabloid Detik adalah mentor politikku. Menyisihkan uang jajan sekedar untuk mendapat pencerahan dan pendapat berbeda tentang kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dulu aku pengagum Sukarno. Selain Iwan Fals dan Luna Maya, posternya menghiasa dinding karmarku. Di sampinglaporan utama rubrik yang menarik dari Tabloid Detik adalah Dialog Imajiner dengan Bung Karno. Aku terinspirasi bikin Dialog Imajiner dengan Pak Harto.

Rubrik ini ditulis oleh Emha Ainun Najib (Cak Nun). Sejak dulu ia selalu memilih di luar jalur. Hampir menyangka mau mendekati kekuasaan di penghujung orde baru, tapi ternyata tidak.

Isi tabloid ini lebih menyuarakan nada-nada yang berseberangan dengan pemerintah. Mengekspose tokoh-tokoh yang agak berbeda. Agum Gumelar dan Hendropriyono termasuk aparat pemerintah yang dulu memberi angin kepada mereka yang bersebrangan. Posisinya dan sikap politik dalam bandul kekuasaan kini merupakan penjelasan dari sikap politiknya dulu.

Bersikap "berseberangan" itu terkadang menguntungkan terkadang merugikan. Tergantung siapa yang menang. Berpolitik adalah sebuah jalur percepatan. Namun kalau patron politiknya dalam posisi tidak menguntungkan, ia akan mengalami perlambatan.

Tapi berpolitik itu harus siap lahir batin. Fisik dan mental. Sebab politik hanya mengenal menang kalah. Kalau menurut pepatah Sunda, berpolitik itu mending sineger tengah, ulah hareup teuing ulah tukang teuing. Ah! Hidup itu adalah pilihan.

Rabu, 12 Desember 2018

HIO


Aku tak mau terlibat segala macam tipu-menipu
Aku tak mau terlibat segala macam omong kosong
Aku mau wajar-wajar saja
Aku mau apa adanya
Aku tak mau mengingkari hati nurani
Aku tak mau terlibat persekutuan manipulasi
Aku tak mau terlibat pengingkaran keadilan
Aku mau jujur-jujur saja
Bicara apa adanya
Aku tak mau mengingkari hati nurani
Hio, hio, hio-hio-hio
Hio, hio, hio-hio-hio
Ho-oo-ooo
Ho-oo-ooo
Ho-oo-ooo
Ho-oo-ooo
(Omongane lan kelakuane)
Aku tak mau bicara yang tentang aku sendiri tidak tahu
Aku tak mau mengerti kenapa orang saling mencaci
Aku mau sederhana
Mau baik-baik saja
Aku tak mau mengingkari hati nurani
Aku tak mau kehilangan akal sehat di pikiranku
Aku tak mau menyaksikan ada orang yang dihinakan
Aku hanya tahu
Bahwa orang hidup
Agar jangan mengingkari hati nurani
Hio, hio, hio-hio-hio
Hio, hio, hio-hio-hio
Ho-oo-ooo
Ho-oo-ooo
Ho-oo-ooo
Ho-oo-ooo
Aku mau wajar-wajar saja
Aku mau apa adanya
Aku mau jujur-jujur saja
Bicara apa adanya
Aku mau sederhana
Mau baik-baik saja
Aku hanya tahu
Bahwa orang hidup
Agar jangan mengingkari hati nurani
Hio, hio, hio-hio-hio
Hio, hio, hio-hio-hio
Hio, hio, hio-hio-hio
Hio, hio, hio-hio-hio
Aku tak mau mengingkari hati nurani
Aku tak mau mengingkari hati nurani
Aku tak mau mengingkari hati nurani
Aku tak mau mengingkari hati nurani

Senin, 20 Februari 2017

Hidup yang Tidak Pernah Dipertaruhkan Tidak Akan Pernah Dimenangkan!



Itu konon quotesnya Sutan Syahrir, tapi sumber lain mengatakan itu merupakan quotesnya Johann Chistoph Friedrich von Schiller.
Lepas dari itu kadang aku merenung, betulkah!
Apa yang dipertaruhkan dan kemenangan seperti apa!
Apakah pertaruhan disini berarti memilih jalan yang penuh resiko?
Bisa melawan rejim atau pihak yang dianggap despotis dan kita berada dalam posisi yang dhoif?
Apakah pertaruhan disini meninggalkan zona nyaman?
Memilih sesuatu yang belum jelas?
Apakah bertaruh disini adalah memilih jalan yang viveri vericoloso...memilih jalan yang menyerempet-nyerempet bahaya?
Mempertaruhkan jabatan, fasilitas dan prestise sekarang untuk tingkat jabatan, fasilitas dan prestise yang lebih tinggi!
Atau jangan-jangan kemenangan itu ya berupa jabatan, fasilitas dan prestise atau tingkat hidup yang lebih meningkat!

Yang jelas mungkin Bung Karno tidak akan seperti yang kita kenal dan kita kenang sekarang kalau misalnya beliau dulu memilih hidup nyaman bekerja dengan memanfaatkan ke-Civil Engineering-annya!
Budiman Sudjatmiko, Andi Arief, Fajroel Rahman mungkin tidak akan hidup uenak seperti sekarang jika tidak bertaruh dengan menentang Orde Baru!
Iwan Fals juga tidak akan hidup uenak seperti sekarang jika dulu hanya bernyanyi tentang cinta! bukan bernyanyi dengan lirik yang mengkritisi Orde Baru!
Cuma kok kenapa Sri Bintang Pamungkas hidupnya seperti tidak pernah uennnaak,,,,,,,,!
sepertinya memang beliau terus bertaruh dan akan terus bertaruh....(berada diseberang kekuasaan adalah pilihannya!)

Agus Harimurti Yudhoyono juga sepertinya telah mempertaruhkan hidupnya!
Dzohirnya gagal...bathinnya menang!

Penulis juga pernah mempertaruhkan hidupnya.......(ah itu mah bukan bertaruh!)
Dzohirnya gagal tapi bathinnya menang!

Banyak orang yang mempertaruhkan hidupnya!
Tak selalu menang!
Tapi setidaknya......mereka telah berjuang! Toh di akhirat menang dan kalah bukan standar penilaian kinerja selama hidup! #terASN

Rabu, 06 Juli 2016

Iwan Fals v.79-98

Tetiba aku rindu Iwan Fals v.79-98 (Iwan Fals Versi 1979-1998) yang posternya pernah dengan bangga aku sandingkan dengan poster Bung Karno....
Sekonyong-konyong aku ingat Petisi 50, Alm WS, Rendra dan Gunawan Muhammad v.kmsk (GM versi ketika masih saya kagumi)
Tidak tahu mengapa aku mengenang kembali mereka-mereka yang berani menempuh langkah berbeda....berani bersuara sumbang dan mengambil jarak dengan kekuasaan....

Kuda Lumping dan Hio-nya SWAMI masih sering aku putar menemani perjalananku. Tetap Legend dan punya ruh perlawanan...semangat anti penindasan dan kesewenang-wenangan!
Bento...Sumbang...Bongkar...kok sekarang terdengar agak seperti kelakar ya! (Apa karena faktor Bang Iwan?.

Negara ini butuh mereka yang bersuara berbeda!
Butuh koreksi!
Bukan koor setuju....eh Bang Iwan lagi deh.

Pertengahan tahun 90-an suara yang berbeda begitu penasaran untuk didengan
tulisan yang nyleneh begitu indah untuk dibaca
Selebaran gelap propaganda dan agitasi...
Buku putih versi ini dan buku putih versi itu
beli dan baca tabloid detik sembunyi-sembunyi
Emha ainun nadjib masih seperti dulu kayanya....istiqomah dengan prinsipnya
baca dialog imaginer dengan Bung Karno itu seprerti gimana rasanya
Dari dulu Agum Gumelar dan Hendropriyono cenderung dekat dengan para aktifis. Dan sekarang terlihat benar merahnya.
Membaca riwayat Budiman Sujatmiko...sejak masih diOTB-kan....sekarang tengah menikmati perjuangannya....selamat Mas, dunia memang berputar! Sebatas berganti peran, dulu objek sekarang (mungkin) objek....dulu di sekarang me!



Kamis, 04 September 2014

My September, My Life, an Epic.....! Part 2

Sudah sewajarnya aku memandang September dengan penekanan lebih. Selain bulan dengan "aroma kiri" dengan efek traumatiknya seperti yang diulas sebelumnya,  di bulan ini 37 tahun yang lalu aku dilahirkan. Dua orang berpengaruh (versiku) yang lahir di bulan yang sama  adalah SBY dan Iwan Fals. SBY mulai mempesonaku kala menjadi Kaster TNI, retorikanya bagus!saat itu  aku pernah menulis bahwa orang ini cocok jadi RI1, cuma sayang baju ijo (maklum saat itu masih jadi aktifis tingkat kos-kosan heheheh). Pilpres 2004 malah lebih terpesonakan lagi, aku jadi tim sukses SBY-JK!, pernah berjabat tangan pula, cukup menjadi sebuah kebanggaan bagi seorang mantan politisi lokal!

Iwan Fals jelas "dulu" sosok idola. Dia adalah salah satu orang yang fotonya berkesempatan menghiasai dinding kamarku, selain Bung Karno, Timnas Belanda dan .....Luna Maya. Syair-syair Lagu-lagu Iwan Fals seolah pupuk yang menumbuhkembangkan kepekaan sosial, budaya, cinta dan politik. Dulu Bang Iwan adalah simbol perlawanan terhadap rejim yang berkuasa.  Tapi kenapa ya sekarang ko kurang greget gitu ya (ini menurutku lho ya).  Harapan saya mudah-mudahan Bang Iwan tidak lupa dengan lagu "Bongkar" sampai kapanpun dan dalam situasi bagaimanapun!

Bang Iwan juga yang pernah menginspirasiku kuliah di Sekolah Tinggi Publisistik (Lenteng Agung)  jadi jurnalis, sesuatu yang masih menjadi mimpi hingga kini.(aku pernah berlomba sama teman kos dulu, dia nanti dapat nobel fisika dan aku dapat pulitzer!mimpi....paling-paling kini aku dapat karya satya kesetiaan 30 tahun!

Itulah dua orang "besar", orang virgo! (taraf klasifikasi saja sih, sebab aku tidak percaya zodiak). Akankah sejarah akan menulis namaku dengan huruf besar?Akankah orang mengenangku sebagai orang besar? sejujurnya,libido untuk jadi sesuatu yang "BESAR" sudah lama mati (jadi ketua OSIS adalah jabatan politik tertinggi yang pernah aku raih heheheheheh), aku hanya ingin menjadi hamba yang baik bagi Tuhanku, aku hanya ingin memberi makna lebih bagi sekelilingku, memberi manfaat lebih bagi keluarga dan umat manusia!

Menyisakan Ketidakpercayaan

Bulan-bulan terakhir ini banyak sekali pembelajaran hidup. Terima kasih telah memberikan bahan untuk belajar. Sangat berharga sekali. Sering...