Tampilkan postingan dengan label Sri Mulyani. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sri Mulyani. Tampilkan semua postingan

Senin, 04 Februari 2019

UI, Sebuah Dejavu


Tahun 1995 pertama melihat landmark Universitas Indonesia. Saat itu sedang ngikut Latihan Kepemimpinan di PPPG Bahas Srengseng, melawati bunderan UI studi banding ke SMA 8 Jakarta. Tak berbayang tahun 1997 bisa menjadi mahasiswanya. Mahasiswa Jurusan Administrasi Niaga Politeknik Universitas Indonesia.

Hidup kadang mengalami dejavu. Kembali mengakrabi bunderan UI, dan suara sirene perlintasan Kereta Api Listik yang dulu dikirain suara apa. Merasakan atmosfer salah satu top tier pendidikan tinggi di Indonesia bagi saya sebuah kemewahan. Seorang anak kampung dengan banyak keterbatasan. 

Jujur saja kuliah di sini adalah lebih berat di sisi perjuangan hidupnya. Survive dari hari ke hari. Maklum sistem kuliah di Politeknik tidak memungkinkan untuk banyak beraktifitas di luar. Secara akademis bisa diikuti walau dengan tergopoh-gopoh. Dapat nilai A sangat sulit disini. Mungkin karena sayanya kurang rajin (dan kurang cerdas) hehehehe. 

Kuliah di sini di kurun waktu 1997-1998 berarti merasakan kenikmatan dan kemewahan orde baru. Biaya kuliah hanya Rp. 500.000 tanpa harus bayar ini itu lagi. Semua sama tidak ada yang menikmati privacy sebagai orang kaya atau karena anugerah kecerdasan. Asal lulus test masuk silakan untuk mengasah diri. Tidak banyak jalur dan tidak banyak alternatif. 

Tibalah goro-goro 1998, reformasi kata orang-orang. Demo-demo mulai marak. Ikut juga lah, walau hanya di dalam kampus. Sekedar menyumbang satu teriakan hidup dan satu kepalan tangan. Jaket kuningku relatif bersih baik keringat maupun emblem UKM.

Amien Rais masih sebatas orator, Faisal Basri biasa dari dulu menyoroti ekonomi. Begitu juga dengan Sri Mulyani. Dua orang ekonom ini berangkat dari moment yang sama tapi nasibnya berbeda. Padahal dari dulu Faisal Basri sudah lebih berkeringan dan lebih dalam terjun ke politik. Ya itulah nasib.

Dua dekade ternyata melihat muara apa yang terjadi pasca goro-goro 1998. Pentolan organisasi ini itu yang subur di saat itu dan aktif di demo ini itu banyak menuai hasil saat ini. Kebanyakan jadi wakil rakyat di berbagai tingkatan dari berbagai organisasi politik. Baju kini kadang beda sama baju dulu, atau baju kini lebih menjelaskan baju mereka dulu. 

Mereka dari dulu berani beda dan wajar apabila kini luar biasa! Mereka berani menanggung resiko. dan memang rata-rata orang berani lebih berhasil...mereka berani mempertaruhkan hidupnya! sama-sama berjuang dalam berbagai bidang kehidupan.

Lha saya memang dulu bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa. Pemain aman mungkin. Lebih tepatnya pemain aman yang biasa-biasa saja . Yang mood hidupnya banyak ditentukan oleh menang tidaknya AC Milan. Ya wajar saja sekarang juga masih tetap biasa-biasa aja. Ordinary people in ordinary world!

Bangsa yang Kejam

Tak sampai nalarku untuk mengerti mengapa di era modern dimana konon peradaban sedemikian maju ada entitas bangsa yang berlaku demikian barb...