Tampilkan postingan dengan label Universitas Indonesia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Universitas Indonesia. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 27 Juli 2019

#gaji8juta

sumber: Halaman FB Universitas Indonesia
Lagi rame ngebahas UI. Bukan tentang lompatan-lompatan inovasinya. Bukan juga tentang transformasi didalamnya. Bukan tentang parkirannya yang makin penuh. Bukan juga tentang demonstrasi-demontrasinya yang legendaris. Tapi tentang cuitan alumninya perihal pergajian.

Sebagai alumni UI (cie cie 8 juta dong ), aku nyengir kuda. Mengingat perdjoeangankoe dulu nyari kerja pertama sekitar tahun 2000. Melamar kesana kemari akhirnya mendapat panggilan, via karir.com. Wah senangnya bukan main. Wawancara terus psikotest, akhirnya diterima.

Boro-boro delapan juta menyentuh satu juta pun tidak. Uang kehadiran Rp. 20.000 sehari sebagai karyawan magang di PT Jurnalindo Aksara Grafika (Harian Bisnis Indonesia) adalah gaji pertamaku sebagai lulusan DIII Politeknik Universitas Indonesia Jurusan Administrasi Niaga.

Ndak protes, menyadari diri hanya lulusan program vokasi non eksakta, IPK pun pas-pasan lagi.  Ndak terlalu mengeluh yang penting bisa hidup dan meneruskan kuliah S1 masih di Universitas yang sama. Yang penting aku diterima kerja dulu, menambah pengalaman yang akan jadi modal bagi perjalanan selanjutnya. Dan (mungkin ini utamanya) ada jawaban kalau ditanya teman seangkatan. “Kamu kerja dimana sekarang, Rif!”.

Ya memang masalah rejeki itu bukan kita yang ngatur. Juga bukan ditentukan oleh asal universitas. Lulus dari fakultas dan universitas yang sama bukan berarti akan sama nasib dan rejekinya. Itu hak prerogatif Gusti Alloh yang sudah tertulis jauh-jauh hari di Lauhul Mahfudz.  Menuntut ilmu di lembaga formal untuk menaikan tingkat pendidikan (yang oleh para ahli sosiologi dipercaya merupakan jalur cepat untuk mobilitas sosial) hanyalah kewajiban opsional (tidak semua orang  punya kesempatan). Berusaha untuk berilmu adalah berusaha untuk menggugurkan kewajiban. Usaha ini tidak terbelenggu ruang dan waktu apalagi terbatas oleh ruang kelas, kepemilikan kartu pelajar dan mahasiswa.

Menjadi berilmu tidak serta merta menjadi kaya materi. Alloh SWT menjanjikan derajat yang tinggi bagi orang yang berilmu. Tapi derajat itu tidak harus selalu tentang  materi, kedudukan dan status sosial. Mereka yang tinggi derajatnya dalam pandangan mahluk bumi belum tentu dalam penilaian penghuni langit.

Misteri….ghaib tidak ada orang yang tahu, perjalanan waktu yang akan menjawab bab demi bab kehidupan seseorang. Pada tahun 2000 mungkin tidak ada seorangpun di republik ini yang membayangkan bahwa yang akan menjadi Presiden Indonesia ke tujuh adalah seorang Joko Widodo….tapi itulah takdir seorang anak manusia!

Rejeki itu tidak berbanding lurus dengan kecerdasan. Jangan sampai kecerdasan akademik yang Alloh karuniakan membuat kita menuntut rejeki yang lebih. Padahal kontribusi kita masih pas-pasan.
Yang jelas rejeki seseorang itu bukan perkara berapa dan menjadi apa. Keheningan berpikir akan mengajak kita pada pandangan bahwa apa yang terjadi pada kehidupan ini akhirnya akan bermuara pada makna dan manfaat. Sejauhmana kita memaknai dan memberi manfaat. Sebagai umat yang beragama kita meyakini bahwa setiap kenaikan nominal dan tugas fungsi pekerjaan berbanding lurus dengan tingkat tanggung jawab. Kini dan nanti.

sumber: Halaman FB Universitas Indonesia
Kuliah dan menjadi alumni Ivy League University di Indonesia secara pribadi memang membanggakan. Walau di sisi yang lain menjadi beban moral  dan tanggung jawab. Bahkan bisa  mengundang petaka ketika kita tidak bijak mengelola perasaan. Akan menjadi benih riya dan tinggi hati.

Yang jelas di Yaumul Hisab nanti asal tempat ilmu dituntut itu tidak penting. Yang akan jadi pertanyaaan adalah apakah kita masuk sekolahnya dengan jujur, apakah nilai-nilai didapat dengan jujur serta sejauhmana ilmu yang diperoleh bermanfaat bagi hidup dan kehidupan.

Senin, 04 Februari 2019

UI, Sebuah Dejavu


Tahun 1995 pertama melihat landmark Universitas Indonesia. Saat itu sedang ngikut Latihan Kepemimpinan di PPPG Bahas Srengseng, melawati bunderan UI studi banding ke SMA 8 Jakarta. Tak berbayang tahun 1997 bisa menjadi mahasiswanya. Mahasiswa Jurusan Administrasi Niaga Politeknik Universitas Indonesia.

Hidup kadang mengalami dejavu. Kembali mengakrabi bunderan UI, dan suara sirene perlintasan Kereta Api Listik yang dulu dikirain suara apa. Merasakan atmosfer salah satu top tier pendidikan tinggi di Indonesia bagi saya sebuah kemewahan. Seorang anak kampung dengan banyak keterbatasan. 

Jujur saja kuliah di sini adalah lebih berat di sisi perjuangan hidupnya. Survive dari hari ke hari. Maklum sistem kuliah di Politeknik tidak memungkinkan untuk banyak beraktifitas di luar. Secara akademis bisa diikuti walau dengan tergopoh-gopoh. Dapat nilai A sangat sulit disini. Mungkin karena sayanya kurang rajin (dan kurang cerdas) hehehehe. 

Kuliah di sini di kurun waktu 1997-1998 berarti merasakan kenikmatan dan kemewahan orde baru. Biaya kuliah hanya Rp. 500.000 tanpa harus bayar ini itu lagi. Semua sama tidak ada yang menikmati privacy sebagai orang kaya atau karena anugerah kecerdasan. Asal lulus test masuk silakan untuk mengasah diri. Tidak banyak jalur dan tidak banyak alternatif. 

Tibalah goro-goro 1998, reformasi kata orang-orang. Demo-demo mulai marak. Ikut juga lah, walau hanya di dalam kampus. Sekedar menyumbang satu teriakan hidup dan satu kepalan tangan. Jaket kuningku relatif bersih baik keringat maupun emblem UKM.

Amien Rais masih sebatas orator, Faisal Basri biasa dari dulu menyoroti ekonomi. Begitu juga dengan Sri Mulyani. Dua orang ekonom ini berangkat dari moment yang sama tapi nasibnya berbeda. Padahal dari dulu Faisal Basri sudah lebih berkeringan dan lebih dalam terjun ke politik. Ya itulah nasib.

Dua dekade ternyata melihat muara apa yang terjadi pasca goro-goro 1998. Pentolan organisasi ini itu yang subur di saat itu dan aktif di demo ini itu banyak menuai hasil saat ini. Kebanyakan jadi wakil rakyat di berbagai tingkatan dari berbagai organisasi politik. Baju kini kadang beda sama baju dulu, atau baju kini lebih menjelaskan baju mereka dulu. 

Mereka dari dulu berani beda dan wajar apabila kini luar biasa! Mereka berani menanggung resiko. dan memang rata-rata orang berani lebih berhasil...mereka berani mempertaruhkan hidupnya! sama-sama berjuang dalam berbagai bidang kehidupan.

Lha saya memang dulu bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa. Pemain aman mungkin. Lebih tepatnya pemain aman yang biasa-biasa saja . Yang mood hidupnya banyak ditentukan oleh menang tidaknya AC Milan. Ya wajar saja sekarang juga masih tetap biasa-biasa aja. Ordinary people in ordinary world!

Rabu, 29 April 2015

Touch If You Can!

http://www.goodnewsfromindonesia.org/2015/04/28/3-universitas-di-indonesia-masuk-ranking-terbaik-dunia/

Alhamdulillah pernah menyentuh dua perguruan tinggi terbaik di tanah air. Bukan untuk menyombongkan diri, membanggakan diri, pamer, sok-sok-an atau apalah-apalah!
Hanya keberuntungan anak kampung yang sampai SMP masih belum paham betul mengerti filosofi pembagian!
Menyadarkan kembali tentang kewajiban dan konsekuensi!
Introspeksi, mencoba menarik ingatan ke belakang, tentang sebuah tanggung jawab akademik!
Kuliah di perguruan tinggi negeri mempunyai tanggung jawab moral yang besar!
Karena pembelajaran dia sebagian besar difasilitasi uang rakyat!
.....dua kampus itu mengajarkan hal-hal penting sebagaimana slogannya
Veritas, probitas, Iustitia.....Kejujuran, Kebenaran, Keadilan
In Harmonia Progressio....Kemajuan dalam Keselarasan
Makin banyak gelar keilmuan kita sejatinya makin berat tanggung jawab kita!
Ilmumu kau gunakan untuk apa!
Apakah untuk mendongkrak daya bangun atau mengembangkan daya rusak!
Apakah membangun peradaban atau merusak peradaban!
Menguatkan tata nilai atau merusak tata nilai!
Minterkeun atau minteran!
Mencerdaskan atau "dicerdaskan"
Ah...sesekali kita harus ingat beratnya diamanahkan anugerah ilmu dan kefahaman!
jangan hanya ingin nikmat yang semu karena dianggap "berilmu"
.......aku tidak pernah merasa tahu apalagi paling tahu!aku hanya tidak pernah lelah untuk mencari tahu!......walau kadang tahuku membuatku duduk membisu!
.....adalah kebahagian ketika kita tetap mampu menjunjung tinggi integritas dalam hidup, menghidupi dan berkehidupan!




Menyisakan Ketidakpercayaan

Bulan-bulan terakhir ini banyak sekali pembelajaran hidup. Terima kasih telah memberikan bahan untuk belajar. Sangat berharga sekali. Sering...