Kamis, 08 Agustus 2019

Resign dari PNS

Kemarin chat dengan salah seorang teman. Sudah lama tidak bertemu dan bertegur sapa. Bagaimanapun silaturahmi itu harus tetap dijalin walau hanya sebatas menanyakan kabar di media sosial.

Ia positif mau resign dari PNS, per 1 Agustus.
sejak dulu memang tema itu sering kita diskusikan.

Saya selalu kagum pada orang-orang yang memilih resign dari PNS dengan dilatarbelakangi prinsip diri dan keyakinan.
Bagaimanapun,  keluar dari PNS adalah sesuatu yang out of the box.
Betapa tidak, ketika berjuta orang mengantre ikut seleksi PNS. Profesi itu iya tinggalkan dengan sadar dengan penuh percaya diri.

Eh tapi ternyata beliau ga jadi resign. 

Sabtu, 27 Juli 2019

#gaji8juta

sumber: Halaman FB Universitas Indonesia
Lagi rame ngebahas UI. Bukan tentang lompatan-lompatan inovasinya. Bukan juga tentang transformasi didalamnya. Bukan tentang parkirannya yang makin penuh. Bukan juga tentang demonstrasi-demontrasinya yang legendaris. Tapi tentang cuitan alumninya perihal pergajian.

Sebagai alumni UI (cie cie 8 juta dong ), aku nyengir kuda. Mengingat perdjoeangankoe dulu nyari kerja pertama sekitar tahun 2000. Melamar kesana kemari akhirnya mendapat panggilan, via karir.com. Wah senangnya bukan main. Wawancara terus psikotest, akhirnya diterima.

Boro-boro delapan juta menyentuh satu juta pun tidak. Uang kehadiran Rp. 20.000 sehari sebagai karyawan magang di PT Jurnalindo Aksara Grafika (Harian Bisnis Indonesia) adalah gaji pertamaku sebagai lulusan DIII Politeknik Universitas Indonesia Jurusan Administrasi Niaga.

Ndak protes, menyadari diri hanya lulusan program vokasi non eksakta, IPK pun pas-pasan lagi.  Ndak terlalu mengeluh yang penting bisa hidup dan meneruskan kuliah S1 masih di Universitas yang sama. Yang penting aku diterima kerja dulu, menambah pengalaman yang akan jadi modal bagi perjalanan selanjutnya. Dan (mungkin ini utamanya) ada jawaban kalau ditanya teman seangkatan. “Kamu kerja dimana sekarang, Rif!”.

Ya memang masalah rejeki itu bukan kita yang ngatur. Juga bukan ditentukan oleh asal universitas. Lulus dari fakultas dan universitas yang sama bukan berarti akan sama nasib dan rejekinya. Itu hak prerogatif Gusti Alloh yang sudah tertulis jauh-jauh hari di Lauhul Mahfudz.  Menuntut ilmu di lembaga formal untuk menaikan tingkat pendidikan (yang oleh para ahli sosiologi dipercaya merupakan jalur cepat untuk mobilitas sosial) hanyalah kewajiban opsional (tidak semua orang  punya kesempatan). Berusaha untuk berilmu adalah berusaha untuk menggugurkan kewajiban. Usaha ini tidak terbelenggu ruang dan waktu apalagi terbatas oleh ruang kelas, kepemilikan kartu pelajar dan mahasiswa.

Menjadi berilmu tidak serta merta menjadi kaya materi. Alloh SWT menjanjikan derajat yang tinggi bagi orang yang berilmu. Tapi derajat itu tidak harus selalu tentang  materi, kedudukan dan status sosial. Mereka yang tinggi derajatnya dalam pandangan mahluk bumi belum tentu dalam penilaian penghuni langit.

Misteri….ghaib tidak ada orang yang tahu, perjalanan waktu yang akan menjawab bab demi bab kehidupan seseorang. Pada tahun 2000 mungkin tidak ada seorangpun di republik ini yang membayangkan bahwa yang akan menjadi Presiden Indonesia ke tujuh adalah seorang Joko Widodo….tapi itulah takdir seorang anak manusia!

Rejeki itu tidak berbanding lurus dengan kecerdasan. Jangan sampai kecerdasan akademik yang Alloh karuniakan membuat kita menuntut rejeki yang lebih. Padahal kontribusi kita masih pas-pasan.
Yang jelas rejeki seseorang itu bukan perkara berapa dan menjadi apa. Keheningan berpikir akan mengajak kita pada pandangan bahwa apa yang terjadi pada kehidupan ini akhirnya akan bermuara pada makna dan manfaat. Sejauhmana kita memaknai dan memberi manfaat. Sebagai umat yang beragama kita meyakini bahwa setiap kenaikan nominal dan tugas fungsi pekerjaan berbanding lurus dengan tingkat tanggung jawab. Kini dan nanti.

sumber: Halaman FB Universitas Indonesia
Kuliah dan menjadi alumni Ivy League University di Indonesia secara pribadi memang membanggakan. Walau di sisi yang lain menjadi beban moral  dan tanggung jawab. Bahkan bisa  mengundang petaka ketika kita tidak bijak mengelola perasaan. Akan menjadi benih riya dan tinggi hati.

Yang jelas di Yaumul Hisab nanti asal tempat ilmu dituntut itu tidak penting. Yang akan jadi pertanyaaan adalah apakah kita masuk sekolahnya dengan jujur, apakah nilai-nilai didapat dengan jujur serta sejauhmana ilmu yang diperoleh bermanfaat bagi hidup dan kehidupan.

Beli Buku Lagi


Sudah lama ga beli buku ya karena sudah lama juga ga ke toko buku. Jadi inget M2000 Tasikmalaya, Gramedia dan Gunung Agung Mall Ciputra Grogol, Gramedia Depok, Gunung Agung Depok, Gramedia Tasik.Tempat gratis menambah ilmu gratis, hanya bermodalkan kuat berdiri lama plus ongkos angkutan umum.

Harus diakui toko-toko buku tersebut ikut memperluas cakrawala berpikir. Membangun paradigma hidup. Mudah-mudahan jadi amal baik bagi para pemilik toko dan penulis bukunya sampai lecek dibaca tapi tidak jua terbeli.

Era serba online kini mempermudah kita beli buku. Tidak harus datang ke Toko Buku. Buku langka pun makin mudah diselurusi dan diperoleh.

Ketika ada teman pengarang mempromosikan buku antologinya, aku tertarik. Cerita tentang perjalanan hidupnya. Cerita yang hampir sama dengan hidupku. Luka likunya, dinamikanya. Susah senangnya.

Sebenarnya aku juga ingin jadi penulis. Seperti beliau. Mimpiku suatu saat nanti aku juga dapat membuat dan menerbitkan sebuah buku.

Menulis itu harus dipaksakan. Walaupun mungkin terkait juga dengan passion dan hobi. Tapi tulisan merupakan salah satu sarana berbagi, yang mudah-mudahan jadi amal yang tidak terputus.

Seperti yang pernah dikatakan  Imam Al- Ghazali juga mengatakan "Kalau kau bukan anak raja, dan kau bukan anak seorang ulama besar, maka jadilah penulis".

Sabtu, 29 Juni 2019

Ikhlas Dina Ibadah (KH. Choer Affandy)


Ari jalma anu ikhlas nalika ibadah aya opat :
  1. Ikhlas Mubtadi (Mubtadiin), nyaeta jalma anu amal karena Alloh tapi dina hatena aya Sir hayang dunya, ku ibadahna hayang leungit kasusah jeung kabingung. Daek soteh tahajud jeung duha supaya dagangna untung, ulah rugi. Daek soteh sodaqoh malar aya pamulangan ti batur, jeung sajabana. Ieu mubtadi bisa kanyahoan dina cara ibadahna. Biasana anu ibadahna kajurung kabutuh tara angger, daek soteh ibadah salagi aya kabutuh, ari geus cumpon kabutuhna sok eureun ibadahna.
  2. Ikhlas Abid (Abidin) Tukang ibadah, nyaeta jalma anu amal karena Alloh bari hatena salamet tina riya jeung teu aya sir kana dunya, estu ibadahna karena Alloh pikeun ngudag kabagjaan akherat. Ku ibadahna hanya menang ganjaran surga, ku ibadahna sieun naraka, bari boga patekadan yen ieu amal bisa nyalametkeun tina siksa naraka. Ari abid sok angger ibadahna ngan pedah tara apal kana sirot mana anu mudloyyaq (anu kudu dilakonan ayeuna), mana anu muwassa (bisa diengkekeun). Mana anu penting jeung mana anu leuwih penting, pangrasana ieu ge ibadah keneh.
  3. Ikhlas Muhibbin (Anu cinta ka Alloh), nyaeta jalma anu ibadahna estu karana Alloh, lain hayang surga lain sieun naraka. Amal dilakonan teh darmaning bakti, darmaning parentah Alloh, oge seja ngagungkeung Alloh SWT.
  4. Ikhlas Arifin (anu imanna tembus kana rasa), jalma anu ibadahna boga rasa yen dirina diusikmalikeun ku Alloh. Rasana lain dirina anu keur ibadah, tapi lalajo dirina keur diusikmalikeun ku Alloh. Sabab  boga kayakinan yen dirina teu boga daya jeung upaya pikeun ngalakonan ta'at, diri teu boga kakuatan pikeun nyingkahan ma'siat, sagala rupi ge estuning kersaning Alloh SWT.

Rabu, 05 Juni 2019

Lebaran dan Kembang Api

Entah sejak lebaran tahun berapa orang jadi suka menyalakan kembang api. Mungkin sejak petasan konvensional dilarang, penggemar ledakan beralih ke kembang api yang meledak di udara sembari menyemburatkan warna warni. Sebuah alternatif walaupun harus merogoh kocek lebih dalam.

Mirip seperti malam pergantian tahun Masehi, Malam takbiran suara kembang api  meledak berbalasan. Di kota dan di desa fenomena ini telah berjalan beberapa tahun terakhir. Entah positif dan negatif, tergantung cara memandang dan cara merasakan. Yang jelas telah terjadi perubahan kebiasaan di masyarakat kita.

Saya ga bisa ngelarang-larang orang lain nyalain orang kembang api. Sama seperti seperti orang lain ga bisa maksa-maksain saya dengar ledakan kembang api. Kalau mendengar ledakan kembang api adalah perintah agama, saya pasti tak akan protes....sweet surrender!

Bagaimanapun kembali kepada kesucian (fitri) adalah kembali ngaji rasa. Idul fitri adalah indikator keberhasailan ngaji diri bukan ngaji materi.
Belajar merasakan apa yang dirasakan orang lain, bukan memaksa orang lain untuk merasakan apa yang kita rasakan...
Mungkin bagi kita suara ledakan kembang api adalah hal sepele hanya luapan kebahagian,
tapi bagi tetangga sekitar bisa jadi sumber kekagetan plus polusi suara, toh sepertinya ga pernah ada orang yang mau nyalain kembang api bilang kulonuwun minta ijin!

Mungkin bagi kita semburat ledakan kembang api adalah perlambang kepuasan batin atas perolehan-perolehan yang kita telah kita capai. Sebuah ekspresi eksistensi.
tapi bagi sebagian tetangga kita yang kurang beruntung harga sebuah letusan kembang api mendekati biaya hidup mereka sehari.

Sejatinya sesaat setelah meledak suara kembang api plus semburatnya akan hilang....nyaris tak berbekas. Yang bisa jadi persoalan adalah mereka yang merasa terampas haknya, atau perilaku kita yang tidak bijak terhadap harta yang Alloh SWT titipkan.

Kamis, 09 Mei 2019

Super Dad

Vincent Kompany
dan Anak-anaknya (sumber: twitter@ManCity)
Pertama mengenal Vincent Kompany ketika mulai mengapresiasi permainan Manchester City. Sekilas gaya permainannya kurang menarik, keras terkadang menjurus kasar. Prinsipnya mungkin bola boleh lewat tapi orangnya tidak. Rap rap kalau kata orang Medan.

Bagi The Citizen ia adalah legenda hidup. Membela Manchester City sejak masih menjadi medioker, klub yang tidak diperhitungkan. Sejak meraih gelar juara melalui perjuangan yang dramatis sampai menit akhir pada musim 2011-2012 barulah The Citizen mulai diperhitungkan.

Ban kapten telah lama menghiasi lengan kanannya. Bukti sahih kepemimpinannya. Mungkin menurun dari ayahnya, Pierre Kompany yang kini menjadi walikota Brussel.

Diluar prestasi karirnya, sosok family man-nya terkadang membuat kita iri. Pasca  menjadi penentu kemenangan City versus Leicester ia dikerubungi anak-anaknya, berbagi kebahagian dan kebanggaan. Mungkin berkata dalam hatinya "Of all that I’ve done in my life, I’m most proud to be your dad".Oh..what  a wonderful life  https://twitter.com/i/status/1125511411344576512

Rabu, 08 Mei 2019

Datang Kepagian


"Tumben Pak jam 7 sudah berangkat!" kata driver Go Car langgananku.
"Lho bukannya aku sudah terlambat!" gumanku sambil penasaran. Betul saja ketika sampai di ruangan kerja masih gelap dan belum ada orang. Ngalamin juga nyalain lampu ruangan di pagi hari....heheheh.

Salah melihat jam rupanya tadi. Jam 7 terlihat jam 8. Kesannya rugi banget. Dasar pegawai injury time. Kebiasan jelek yang susah diubah adalah tidur sehabis Shubuh.


Kemenangan

Euforia kemenangan itu singkat...tidak lama! Setelahnya tuntutan-tuntutan yang nyaris tiada akhir! Fiddunya wal akhirat!