Sabtu, 23 Oktober 2021

Ir. Buchardy, Living legend

Namanya Ir. Buchardy,
lengkapnya Ir. Buchardy Barkah, S.Pd.,M.Si.
Widyiswara Madya (atau sudah utama ya) di BPSDM Provinsi Bengkulu.

Bertemu beliau di awal tahun 2018 ketika sama-sama mengikuti ToF Latsar CPNS Terintegrasi Bela Negara. Di Puslatbang PK ASN LAN RI Jatinangor.
Di sela-sela istirahat atau ketika ada waktu senggang saya banyak menimba ilmu dari beliau.
Sebagai seorang WI Newbie saya merasa harus banyak bertanya dan mendengar.

Salah satu hal legend adalah prinsipnya berhati-hati dalam masalah gratifikasi.
Beliau idak menerima pemberian dari coachee-nya dalam rangkaian proses pembimbingan. 
Ini adalah hal yang tidak lazim.
Tampilannya sederhana.
Ke kantorpun beliau hanya naik Vespa.

Saya banyak belajar.
Ketika banyak yang beralih jadi WI karena konon niatnya untuk berbagi ilmu.
Malah menjuluki diri sendiri sebagai Guru Bangsa.
Tapi dalam perjalanannya banyak dinamika terkait dengan masalah duniawi.
Dimanapun dan sebagai apapun.
Ketika tugas kita adalah sebagai pendidik, pengajar atau pelatih.
Tanggung jawab kita akan semakin berat.
Target kurikulum!
Moral hazzard!
Ini muhasabah untuk diri saya sendiri. 

Saya belajar untuk tidak membahas amalan orang lain.
Saya juga sama....badan ini masih banyak berbau dunia.


Jumat, 08 Oktober 2021

Jika

Jika kamu diceritakan
berarti kamu populer.

Jika kamu direndahkan,
artinya kamu lebih tinggi.

Jika kamu disingkirkan
artinya kamu membahayakan.

Jika kamu dimusuhi,
artinya kamu lawan yg tangguh.

Selasa, 14 September 2021

44 Tahun

Alhamdulillah sampai juga ke angka itu.
Hari ini genap 44 Tahun.
Seperti biasa....
Tidak ada perayaan,
tidak ada ucapan (hanya dari beberapa orang saja)
Sudah lama saya tidak mencantumkan tanggal lahir di media sosial.

Alla kulli haal!
Sangat mensyukuri sampai ke moment ini.
Hidupku penuh dinamika dan warna ini. Saya terima dengan sepenuh syukur.
Sampai ke pencapaian sekarang.
bagi saya sangat luar biasa.
It's amazing.
Saya orang biasa.
Malah sangat biasa.

Rabu, 25 Agustus 2021

Nurut Urip

Ikut hiduplah di komunitas spoil system kalau tidak percaya diri untuk survive di ekosistem meritokrasi. (Syarif Thoyibi, 2021)

Selasa, 24 Agustus 2021

The Second Jab

 

Akhirnya bisa berkesempatan untuk mendapat second jab.
Vaksinasi Covid-19, dapat Sinopharm.
Mudah-mudahan seperti pasca suntikan dosis pertama,
suntikan dosis kedua ini tidak berdampak signfikan terhadap tubuh.
The first job made me sleepy.

Saya termasuk yang telat mendapat vaksinasi.
Hal ini dikarenakan punya komorbid, yaitu gangguan cardiovaskular.
Saya penyintas Hipertensi Paru.
Baru setelah direkomendasikan dokter boleh divaksinasi,
bergegas mencari penyelenggara vaksinasi.

Niat vaksinasi ya untuk menyempurnakan ikhtiar.
Selagi masih ada celah untuk berusaha,
saya akan manfaatkan.
Bagi saya iman kepada Alloh adalah sesuatu yang dinamis!
Organis! Hidup!
Mengimani takdir itu bukan berarti fatalis!
Berusaha dengan ilmu yang telah Alloh anugerahkan dan ilhamkan kepada manusia 
juga merupakan sebuah takdir.
Tidak berusaha juga sebuah takdir!
Kita akan memilih yang mana.
Sesuai dengan kapasitas kita.
Meyakini bahwa memuliakan jiwa adalah hal yang asasi dari keberadaan agama ini. 

Sabtu, 21 Agustus 2021

Net Badminton

Net Badminton

Hal yang paling menyebalkan adalah ketika sampai di lapang badminton sementara netnya masih teronggok di sudut gedung karena malamnya ada pemutaran film.
Makin dongkol kalo Mang Warta OB-nya Kantor Desa ternyata belum sempay membersihkan lapangan.
Terpaksa kita harus menyapu plastik dan puntung rokok, sekedarnya saja.
Malam Sabtu dulu memang rutin ada perusahaan yang memutar film di Gedung Bale Desa.
Hiburan bagi masyarakat dan pendapatan bagi pemerintah desa.
Orde baru bagi kami adalah orde yang menyenangkan.
Masa dimana kami dapat tumbuh belajar dan berkembang.
Masa ketika kami hanya berpikir, besok mau main apa dan mau kemana.

Kembali lagi ke masalah badminton.
Tidak tahu dari mana awal mula suka badminton.
Mungkin berawal dari mungut shuttlecock bekas,
kemudian tong tang dengan piring seng.
Lalu orang tua kami membuatkan pemukul mirip raket dari papan kayu sampai akhirnya muncul bantuan raket dari pemerintah pusat ke pemerintah desa.
Kami makin giat bermain badminton.
Karena ada raket subsidi, kami jadi berani main di gedung bulutangkis.
Yang penting nenteng raket...keren!

Semangat main badminton semakin menjadi kalau lagi ada even Thomas dan Uber Cup,
kemudian ada Sudirman Cup.
Kami ikut sedih dan gembira bersama Ivana Lie, Verawati Fajrin, Susi Susanti Edi Kurniawan, Icuk Sugiarto, Ardi BW dan Alan Budikusumah.
Entah kenapa Yuni Kartika ko sekarang lebih mempesona.
Li Linwei saat itu adalah ratunya bulutangkis.
Kami ikut menikmati rivalitas Icuk Sugiarto, Morten Frost Hansen, Yang Yang dan Misbun Sidek,
Kemudian serunya permainan Park Jo Bong/Kim Mon So, Li Yong Bo/Tian Bingyi, Rajif Sidek/Jailani Sidek.
Sebelum punya tivi sendiri, nontonnya berame-rame di rumah tetangga.

Punya raket bermerek adalah impian saat kecil.
Betapa gagahnya ketika melihat yang main bulutangkis di bale desa nenteng tas yang berisi raket.
Yonex dari dulu adalah merek idaman.
Belum banyak pesaing.

Dua puluh tahun kemudian baru bisa membeli raket sendiri.
Ketika bermain bulu tangkis dulu kadang suka merasa cepat cape, apalagi setelah rally-rally panjang.
Sesuatu yang baru terjawab sebabnya 30 tahun kemudian.


Pandemic Talks (13)

Kebanyakan orang memandang Pandemi Covid-19 adalah hal yang biasa.
Wabah penyakit seperti pada umumnya.
Kematian yang disinyalir dipicuk oleh virus itu pun dipandang hal yang juga biasa saja.
Sudah takdirnya.

Apa itu pandemi dan bagaimana kita menyikapi pandemi.
Kurang banyak diberitahukan.
Tidak banyak yang tahu.
Tapi tidak sedikit yang tidak mau tahu, tidak ingin tahu.

Terlalu dilebih-lebihkan.
Itu sepertinya kata yang tepat untuk menggambarkan sudut pandang mereka.

Pernyataan bahwa pandemi itu merupakan sebuah mekanisme seleksi alam mungkin terdengar bak bait kidung para intelektual yang bahasanya terlalu rumit bagi mereka.
"Kami tiap hari berjuang untuk hidup Pak!'.
Adagium survival of the fittest!
tesis bahwa mereka yang mampu beradaptasilah yang akan bertahan, tak lebih menjadi sajak yang diperdengarkan di tengah terik matahari.
Tak banyak yang peduli.

Pandemi bagi mereka lebih ke terganggunya pendaringan.
Sumber pendapatan, modal kehidupan.
Persepsi negatif terhadap hal yang berbau pandemi paling terasa berasal dari para pedagang.
Turunnya omset dan malah tutupnya gerai dan lapak bisnis yang selama ini menjadi andalan mereka untuk hidup memang pukulan yang berat.

Menurut pemikiran saya yang sempit.
Kita memang harus merubah strategi menghadapi pandemi ini.
Berpikir dan bertindak dengan berdasar situasi ril kita di lapangan.
Kita diprediksi bahwa pandemi ini akan menjadi epidemi maka kita harus mulai melangkah.
Ekstensifikasi bidang kesehatan yang meliputi sarana prasarana dan tenaga kesehatan.
Pendirian rumah sakit, Pusat Kesehatan Masyarakat dengan fasilitas rawat inap dan sebagainya.
Langkah lain adalah fokus ke peningkatan standar kesehatan masyarakat.
Edukasi, subsidi vitamin dan obat-obatan, serta penguatan PHBS.

Kemenangan

Euforia kemenangan itu singkat...tidak lama! Setelahnya tuntutan-tuntutan yang nyaris tiada akhir! Fiddunya wal akhirat!