Iseng-iseng memelihara ikan di kolam kecil belakang rumah (disebut kolam kekecilan disebut bak juga terlalu besar). Sudah bermacam-macam ikan dicoba, mulai dari lele, patin kemudian gurame....yang relatif berhasil itu ikan lele. Mungkin kurang sampe 100 ekor saya beli benih gurame. Tapi selalu gagal paling, angkatan pertama hanya tersisa dua ekor!beli 40 ekor yang kedua baru-baru ini paling tersisa 8 ekor!entah kenapa airnya tidak cocok atau apanya!
Hari ini aku coba beli benih ikan Nila, Nila Wanayasa katanya. Entah perkawinan dari nila apa!tapi yang jelas katanya kata temanku di Balai Benih Ikan (BBI) Sukamaju Kecamatan Baregbeg adalah benih unggul. Mudah-mudahan saja. Melihat ikan berenang memang mengasyikan!
Selasa, 08 Januari 2013
Senin, 07 Januari 2013
"A" PERTAMAKU
Alhamdulillah wasyukrulillah!
Akhirnya tulisan tugas akhirku untuk Keamanan Informasi Lanjut diapresiasi A oleh Pak Budi Rahardjo, salah satu dosen yang inspiring. Buat saya mendapat penilaian itu dari orang sekaliber beliau adalah kehormatan tersendiri. Ini menambah kepercayaan diri dan sekaligus modal bagiku untuk terus bertumbuh dan berkembang.
Akhirnya tulisan tugas akhirku untuk Keamanan Informasi Lanjut diapresiasi A oleh Pak Budi Rahardjo, salah satu dosen yang inspiring. Buat saya mendapat penilaian itu dari orang sekaliber beliau adalah kehormatan tersendiri. Ini menambah kepercayaan diri dan sekaligus modal bagiku untuk terus bertumbuh dan berkembang.
Sabtu, 05 Januari 2013
SEPAKBOLA POLITIK DAN POLITIK SEPAKBOLA
Usai sudah pesta sepakbola empat
tahunan di benua biru. Spanyol menasbihkan diri sebagai satu-satunya negara
yang mampu meraih piala henry delauney dua kali berturut-turut, setidaknya
sampai dengan saat ini. Selain itu juga La
Furia Roja berhasil mencatat hattrick
tiga trophi utama dalam jagat sepakbola, Piala Eropa Tahun 2008 yang dihelat di
Swiss dan Austria, Piala Dunia dua tahun yang lalu di Afrika Selatan dan Piala
Eropa tahun 2012 di Polandia dan Ukraina.
Sepakbola adalah lingua franca, bahasa universal yang
bisa dipahami di berbagai pelosok bumi. Walaupun secara geografis turnamen nun
jauh di Polandia dan Ukraina sana, tapi gaung dan atmosfirnya sampai ke
pelosok-pelosok negara kita. Kita mendaulat sepakbola sebagai olahraga
favorit. Para penggemar bola rela menghabiskan
malam di depan layar televis, berkorban harta dan bahkan nyawa demi mendukung
tim kesayangannya. Walaupun belum
menjadi agama kedua seperti di Brasil, sepakbola di Indonesia nyaris selalu menjadi
tema utama pembicaraan baik di warung kopi pinggir jalan atau caffe-cafee di
daerah elit.
Turnamen sepakbola pun marak di
negeri ini, mulai yang mengklaim sebagai liga dengan kasta tertinggi sampai
dengan liga tingkat RW, walaupun terkadang kebanyakan dari perhelatan itu
berakhir keributan dan mewariskan benih-benih permusuhan yang makin lama makin
akut. Keberpihakan dan ketertarikan pada
sebuah klub sepakbola atau negara
melahirkan fanatisme. Berkumpulnya
orang-orang yang mempunyai fanatisme yang sama melahirkan kelompok pendukung
atau fans club. Ditilik dari sisi kapitalisme
kelompok-kelompok itu adalah pasar potensial.
Bagi seorang politisi atau organisasi politik, kumpulan orang-orang itu
adalah calon pemilih potensial yang dengan fanatismenya dapat dirayu untuk
suatu kepentingan politik tertentu.
Sepakbola Politik
Ada
dua hal yang menyebabkan sepakbola dan politik
mempunyai relasi komplementer, pertama adanya massa (suporter) dan kedua adanya
sponsor (baca uang). Percampuran dua sumber unsur itu membuat sepakbola menarik
dan memainkan banyak kepentingan. Maka jangan heran kalau kita banyak menjumpai
bilboard yang bergambar tokoh politik
dengan kaus tim sepakbola klub tertentu, atau nama dan gambar tokoh yang
terpampang megah di sebuah stadion sepakbola, atau calon kepala daerah yang
berkampanye menjanjikan pembangunan stadion baru. Ini bukti sepakbola politik,
sepakbola yang dijadikan alat politik.
Prestasi sepakbola sebuah klub
atau negara akan ikut mengangkat popularitas figur tokoh politik tersebut, itu
mungkin manfaat di satu sisi. Di sisi yang lain klub akan mendapat fasilitasi
dari tokoh tersebut terkait beberapa kemudahan yang dibutuhkan. Sepengetahuan
penulis fakta politik yang membuktikan keterkaitan itu adalah ketika Silvio Berlusconi berhasil menjadi Perdana Menteri Italia dan Partai Forza Italia yang ia pimpin
memenangkan Pemilu Italia. Menurut para pengamat politik keberhasilan Silvio
Berluconi dan Parta Forza Italia tidak lepas dari persepsi positif publik
Italia terhadap keberhasilan AC Milan, sebuah klub sepakbola yang dimiliki oleh
Silvio Berlusconi. Untuk tataran lokal fenomena seperti ini terjadi pernah
terjadi di salah satu kabupaten di Jawa Timur, persepsi masyarakat dan
kebanggaan terhadap salah satu klub di sana ikut mengangkat popularitas seorang
tokoh politik yang ikut berkecimpung di klub dan kemudian memenangi pemilihan
kepala daerah di sana. Walaupun belum ada bukti penelitian yang valid dan teori
yang dapat dipercaya, tapi sepakbola tetap dipercaya dapat menjadi alat
politik.
Politik (baca kepentingan) yang
lain dalam sepakbola adalah uang. Bagi para pengusaha, penggemar sepakbola
adalah pasar potensial. Pemain sepakbola yang berprestasi adalah idola, ini
juga sama dapat digunakan untuk mempengaruhi khalayak. Tak mengherankan bila
sekarang lapangan sepakbola penuh dengan iklan. Bintang sepakbola menjadi
bintang iklan. Hak siar pertandingan sepakbola menjadi tambang uang yang
menggiurkan, hal ini pulalah yang menurut penulis menjadi salah satu penyebab
konflik kepengurusan PSSI yang tak kunjung usai. Padahal konon dulu pendirian
PSSI adalah sebagai alat perjuangan untuk melawan kolonialisme Belanda. Kini
PSSI seolah menjadi alat perjuangan kepentingan tertentu, kelompok tertentu dan
partai politik tertentu. Ego pribadi dan
kelompok lebih mengemuka. Fanatisme klub membuat kita bermusuhan dan entitas
kita sebagai bangsa justru terpecah oleh sepakbola, ironis.
Filsafat Sepakbola dalam Pilkada
Sepakbola
tanpa penonton dan pendukung nyaris seperti partai politik tanpa konstituen
atau pemimpin tanpa massa, hambar dan nyaris tak berarti. Sebuah klub menjadi
besar dengan prestasi, kita tidak akan tahu dan nge-fans kalau misalnya Persib tidak pernah menjadi juara. Manchester
United, Juventus, Liverpool, Barcelona, Real Madrid, AC Milan dan klub-klub
Eropa lainnya tidak akan banyak mempunyai fans di Indonesia kalau mereka tidak
pernah menjadi juara. Prestasi akan
mengundang pendukung dan banyaknya pendukung itulah yang menarik para sponsor
untuk menanamkan uangnya.
Pendukung pulalah yang menjadikan
partai politik atau pemimpin menjadi kuat tetapi dalam politik justru logikanya
menjadi terbalik. Justru uang yang akan menarik pendukung. Mungkin dikarenakan di dalam politik sekarang
sudah sedemikian transaksional sehingga sangat sulit untuk menemukan makan
siang yang gratis, maka partai politik dan tokoh politik tanpa modal materi
yang memadai, jujur saja, susah mendapatkan pendukung. Padahal banyaknya peserta kampanye,
bertebarannya posko dan baligo dapat menimbulkan efek hallo persis seperti
pengumuman survei sebelum Pemilu atau Pilkada dilakukan, orang akan cenderung
memilih yang massanya banyak dan diprediksi bakal menang. Mental Nanglu (meunang milu) masih melekat di
masyarakat kita.
Tapi lepas dari semua itu ada hal
yang menarik dari kultur sepakbola Eropa yang bila diterapkan dalam perhelatan
demokrasi (termasuk pilkada di dalamnya) akan membuat Pilkada menjadi lebih
bermakan. Fair Play! Seperti permainan sepakbola, Pilkada juga akan
menghasilkan yang menang dan kalah. Namun
sayang, sepakbola dan politik kita masih belum mau mesra dan bercengkrama
dengan kata kalah. Kalah masih dianggap aib dan barangsiapa yang menimpanya
maka seolah menjadi rendah dan terhinakan.
Mengakui tim sepakbola lawan bermain lebih baik masih menjadi barang
mewah bagi para pelaku sepakbola kita.
Begitu juga ketika Calon
Presiden, Gubernur, Bupati, Walikota kalah dalam pemilihan. Bukan pintu rumah pemenang yang pertama
disambangi sambil mengucapkan selamat dan siap mendukung, justru pintu Mahkamah
Konstitusi yang diketuk diiringi dengan tudingan curang dan demontrasi
menyalahkan pihak lain. Sikap Seperti
Cesare Prandelli atau Joachim Loew yang mengakui lawan lebih baik dan menjadi
pelajaran untuk melangkah ke masa depan menjadi hal istimewa bari kebanyakan
para pemimpin kita.
Sepakbola juga mengajarkan
bagaimana kita menghormati aturan main. Ada pelanggaran, offside, tendangan
penalti, kartu kuning dan kartu merah. Eloknya dalam politik pun seperti itu,
ada etika dan pantang menghalalkan segala cara. Seperti halnya dalam permainan
sepakbola, tim yang bermain baik tidak selalu jadi pemenang. Tapi kita akan
tetap mengenang sebagai tim yang baik. Kalau
tidak mengikuti aturan, bisa saja tim yang menang dan punya pendukung
banyak didiskualifikasi.
Hal lain dari filsafat sepakbola adalah kolektifitas,
kebersamaan. Bagi kita artinya
persatuan. Dinamika demokrasi seperti Pilkada hendaknya tidak melupakan
keberadaan kita sebagai sebuah bangsa.
Tujuan kita berbangsa dan bernegara kita terlalu besar untuk dikalahkan
apalagi dikorbankan oleh tujuan pribadi dan golongan. Seperti halnya sepakbola, maka Pilkada
seperti hanya kehidupan dunia ini tetaplah hanya sebagai permainan, tidak
lebih.(Tulisan ini pernah dikirimkan ke media cetak, tapi ga dimuat hikshikshiks(.
Kamis, 27 Desember 2012
JIWA YANG IKUT LIBUR
Mestinya pas liburan ini menjadi saat yang tepat untuk banyak menulis. Tapi ternyata godaannya banyak sekali. Malas adalah faktor utama. Pemikiran dan jiwa seolah ikut membeku. Ide dan inspirasi juga terkadang seolah ikut berlibur....pergi entah kemana.
TERMINAL CILEMBANG TASIKMALAYA
Bus adalah kendaraan yang cukup populer ketika aku kecil. Hal ini salah satunya dikarenakan banyak penduduk desaku yang merantau sehingga obrolan antar anak biasanya cerita tentang pengalamannya naik bus ke tempat merantau. Karena orang tuaku bukan perantau maka aku hanya jadi pendengar yang baik disertai lamunanku suatu saat aku naik bis!
Pengalaman naik bus dengan ingatan yang hampir sempurna adalah sekitar tahun 1986. Kalau tidak salah saya baru kelas tiga SD saat itu. Kami berangkat dari terminal Cilembang dengan berebut naik Bus Cepat Bahagia Utama jurusan Banjar Jakarta. Karena saat itu masih beberapa hari pasca lebaran, kita berebut juga naik bis. Tapi sepertinya mudik jaman dahulu tidak sedramatik sekarang. Mungkin karena media massa terbatas, sehingga proses mudik tidak dieksploitasi sebagai dagangan berita. Pengalaman pertama naik bis....fly!serasa melayang! Saat itulah kami tahu Ancol, dan Taman Mini Indonesia Indah. Sangat wah untuk ukuran dan perspektif masa itu.
Tahun 1988 adalah kali kedua saya ke Jakarta, naik Bus Merdeka kalau tidak salah. Ke Jakarta kali ini ikut dengan saudara berkunjung ke saudaranya juga. Saat itu saya terkagum-kagum dengan view Puncak. Saya ingat betul tahun 1988 karena di sana saya dapat nonton siaran langsung Final Piala Eropa 1988, Belanda versus Uni Soviet (CSSR waktu itu). Itulah kali pertama saya nonton bola di TV berwarna daTen momen itu juga yang membuat saya ngefans sama Belanda, Ruud Gullit, Marco Van Basten yang nantinya berujung membuat saya menjadi tifosi AC Milan. Bagaimana cantiknya gol Ruud Gullit dan Marco van Basten ikut saya saksikan secara live, di tv berwarna lagi.
Terminal Cilembang adalah terminal besar yang pertama yang mengisi memoriku. Dulu rute bis antarkota biasanya berawal dari Banjar dan berakhir di Terminal Cililitan (Terminal Bus Kampung Rambutan belum ada). Aku masih berkesempatan naik bis tingkat, oplet babeh seperti yang di sinetron Si Doel Anak Sekolahan. Waktu itu Jakarta belum semacet sekarang.
Pengalaman naik bus dengan ingatan yang hampir sempurna adalah sekitar tahun 1986. Kalau tidak salah saya baru kelas tiga SD saat itu. Kami berangkat dari terminal Cilembang dengan berebut naik Bus Cepat Bahagia Utama jurusan Banjar Jakarta. Karena saat itu masih beberapa hari pasca lebaran, kita berebut juga naik bis. Tapi sepertinya mudik jaman dahulu tidak sedramatik sekarang. Mungkin karena media massa terbatas, sehingga proses mudik tidak dieksploitasi sebagai dagangan berita. Pengalaman pertama naik bis....fly!serasa melayang! Saat itulah kami tahu Ancol, dan Taman Mini Indonesia Indah. Sangat wah untuk ukuran dan perspektif masa itu.
Tahun 1988 adalah kali kedua saya ke Jakarta, naik Bus Merdeka kalau tidak salah. Ke Jakarta kali ini ikut dengan saudara berkunjung ke saudaranya juga. Saat itu saya terkagum-kagum dengan view Puncak. Saya ingat betul tahun 1988 karena di sana saya dapat nonton siaran langsung Final Piala Eropa 1988, Belanda versus Uni Soviet (CSSR waktu itu). Itulah kali pertama saya nonton bola di TV berwarna daTen momen itu juga yang membuat saya ngefans sama Belanda, Ruud Gullit, Marco Van Basten yang nantinya berujung membuat saya menjadi tifosi AC Milan. Bagaimana cantiknya gol Ruud Gullit dan Marco van Basten ikut saya saksikan secara live, di tv berwarna lagi.
Terminal Cilembang adalah terminal besar yang pertama yang mengisi memoriku. Dulu rute bis antarkota biasanya berawal dari Banjar dan berakhir di Terminal Cililitan (Terminal Bus Kampung Rambutan belum ada). Aku masih berkesempatan naik bis tingkat, oplet babeh seperti yang di sinetron Si Doel Anak Sekolahan. Waktu itu Jakarta belum semacet sekarang.
Jumat, 30 November 2012
The Indonesian-Japan Innovation Convention (IJIC) 2012
Today I would follow the Indonesian-Japan Innovation Convention 2012 in Sabuga ITB. Besides being a first experience at a seminar international level this moments is also one of the tasks given by prof. Dr. Suhono Harso Supangkat, lecturer in Information Technology Management Architecture is also the General Chair of the activities IJIC 2012.
When viewed on its website, the event will be attended by academics and practitioners associated with developmental problems in sharing the field of innovation. Vice President Boediono is scheduled to open the event which will take place from November 30, 2012 until December 2, 2012 it was. Hopefully the show smoothly and can provide benefits to all parties.
for further infomartion you can visit www.ijic-2012.org
When viewed on its website, the event will be attended by academics and practitioners associated with developmental problems in sharing the field of innovation. Vice President Boediono is scheduled to open the event which will take place from November 30, 2012 until December 2, 2012 it was. Hopefully the show smoothly and can provide benefits to all parties.
for further infomartion you can visit www.ijic-2012.org
Rabu, 28 November 2012
AFF CUP 2012, A LESSON!
Throughout football history of Southeast Asia, has not been arrested the Indonesian National Team failure get wining on Laos National Team. But the game a few days ago for the first time Laos managed to hold series of Indonesia 2-2. For Laos this is a reward for the efforts to catch up in the world of football in Southeast Asia. For Indonesia .... This is a punishment for the nothing effort and the dynamics taking place in national football. Every effort will meet his fate!
But unpredictable, in the second game Indonesia beat Singapore 1-0 Indonesia!A spectacular Goal from Indonesian young talent Andik Vermansyah make distinguishing! This is an anomaly. With the composition of the team that the verdict is not " the best" ("the best" for 14 years, it was not able to beat Singapore in the AFF event) but was able overturns all the predictions! Bookies even voor ¾ to Singapore!
there is one important point supporting Indonesia victory! Fighting spirit!
The lesson is
Life is not always lost and do not always win
Sometimes potential mediocre when coupled with high morale can compete!
About result next game versus Malaysian National Team!
Lets see!An Emotional Game!
Win or lost!
Just a game!
fairplay on life!
But unpredictable, in the second game Indonesia beat Singapore 1-0 Indonesia!A spectacular Goal from Indonesian young talent Andik Vermansyah make distinguishing! This is an anomaly. With the composition of the team that the verdict is not " the best" ("the best" for 14 years, it was not able to beat Singapore in the AFF event) but was able overturns all the predictions! Bookies even voor ¾ to Singapore!
there is one important point supporting Indonesia victory! Fighting spirit!
The lesson is
Life is not always lost and do not always win
Sometimes potential mediocre when coupled with high morale can compete!
About result next game versus Malaysian National Team!
Lets see!An Emotional Game!
Win or lost!
Just a game!
fairplay on life!
Langganan:
Postingan (Atom)
Hidup Tenang
Kata Prof Quraish Shihab "Jika kau mendambakan kehidupan tenang, maka tinggalkan yang bukan urusanmu".
-
Hari ini di kantor ada perpisahan rekan kerja yang akan memasuki masa pensiun mulai bulan Oktober besok. Masa kerja lebih dari tiga puluh t...
-
Salah satu tempat yang menarik di Situs Cagar Budaya Karang Kamulyan Ciamis adalah Patimuan. Situs Cagar Budaya Karang Kamulyan berada...