Sabtu, 13 Oktober 2018

Hikayat Sticker Politik


Mengisi cuti berkunjung ke Mamah di tanah kelahiran. Sudah lama tidak berkunjung. Keterbatasan mobilitasku akhir-akhir ini membuat frekuensi mengunjungi Ibu berkurang! Maafkan anakmu ini Mah! Do’akan mudah-mudahan mobile kembali!

Pandanganku terantuk pada sticker-sticker caleg di meja tamu. Oh iya sekarang sedang musim kampanye. Sticker adalah alat peraga kampanye yang legendaris! Sejak jaman partai politik berjumlah dua dan satu golongan karya, usaha sticker tetap laku. Sejak dulu sticker merupakan media promosi yang murah dan efektif. Kalau tidak dicopot, pesan yang ada pada sebuah sticker akan bertahan lama.

Dalam sebuah sticker politik, foto calon, nama dan nomor urut plus partai yang mengusung rasanya sudah mewakili pesan yang ingin disampaikan. Mungkin akan lebih heroik kalau memakai tagline-tagline tertentu. Tapi secara umum arsitektur dan layout sticker caleg dalam Pemilihan Umum , Pilkada atau Pilpres  tidak revolutif.

Tidak semua orang kaca rumahnya atau daun pintunya mau ditempeli sticker politik. Diakui atau tidak memasang sticker politik bisa dimaknai keberpihakan alias sikap politik. Kecuali karena keterpaksaan atau tidak mau dan tidak tega menolak, sticker politik rata-rata identik dengan aspirasi politik

Sticker politik juga merupakan jejak penguasaan territorial lima tahunan. Terkadang sticker politik lima tahun yang lalu masih jelas terpampang, eh sticker baru datang lagi. Janji lima tahun yang lalu masih jelas terngiang, eh sudah datang lagi janji baru.

Untung masyarakat kita pelupa. Tapi sebenarnya mereka tidak pelupa. Mereka ingat, Cuma kadang tidak berkata-kata. Masyarakat kita heterogen, ada yang idealis, realistis….tapi kebanyakan yang pragmatis. Mereka sebenarnya menolak lupa tapi yang namanya uang politik, susah untuk ditolak. Mereka jadi lupa untuk menolak lupa!

Hidup memang bergiliran. Musim kampanye sepertinya giliran para kontestan yang dikerjai. Diminta ini diminta itu. Dan masyarakat sudah cerdas, ingin crung creng! Bantuan yang nyata, baik itu lampu mercuri, uang, aspal, pasir bahkan semen. Kalau hanya sekedar janji, berat! Wong yang crung creng aza kadang dikibulin!

Naif bila kita menganggap demokrasi kita bebas dari politik uang (money politics).  Ingin banyak suara tanpa banyak keluar biaya menjadi sebuah antitesa. Seperti kerja-kerja yang lain, kerja politik juga butuh biaya. Logistik, gizi, pelumas dan sinonim-sinonim lain adalah sebuah keniscayaan untuk menggerakan mesin politik. Semilitan dan sesolid apapun sebuah mesin politik, pada akhirnya kita tidak dapat bertempur dengan tangan kosong.

Ya masih seperti inilah demokrasi kita saat ini. Jangan menyalahkan siapa-siapa. Kalau kita masih memakai pola politik hibah dan bansos, bantuan politik berbalut program pemerintah, dana aspirasi dan sejenisnya, ya demokrasi kita akan begini terus. Pendidikan politik banyak dilupakan akhirnya dunia politik disesaki oleh para petualang politik, sementara rakyat kebanyakan hanya berebut remah-remah dan eforia kebanggaan walau hanya sebatas tempelan sticker. Politik tak lebih dari siapa memanfaatkan siapa!

Sabtu, 06 Oktober 2018

Ada Apa dengan MU



Dari kacamata dinamika Premier League plus filosofi sebuah kontestasi, sejatinya tidak ada yang salah dengan para  pemain Manchester United pun dengan pelatihnya; The Special One, Jose Mourinho. Tapi melihat mereka bertengger di posisi papan tengah klasemen terlihat seperti ada yang aneh. Kompetisi memang baru berjalan 7 pertandingan tetapi rekor  3 kali menang 1 kali seri dan 3 kali kalah tetap serasa tidak pantas.

Kekalahan tiga gol tanpa balas dari Tottenham Hotspur sebenarnya sulit untuk dimaklumi, apalagi terjadi di kandang. Lebih sulit lagi untuk memahami bagaimana MU bisa takluk oleh Brighton & Hove Albion dan Westham United. Kekalahan dari Derby County di Carabao Cup juga menambah hal-hal yang sepertinya hampir mustahil. Tapi itulah menariknya permainan sepakbola, semua tidak melulu soal finansial dan nama besar.

Kalau melihat realitas, perpaduan antara kapasitas Manchester United dan kompetensi Jose Mourinho pasti akan menghasilkan kualitas yang dahsyat. Manajemen dan dukungan keuangan yang mumpuni, taburan pemain bintang yang berkualitas dan loyalitas suporter hampir tidak menyisakan alasan bagi MU untuk tidak berprestasi. Berkaca dari sejarah, dengan kapasitas pemain yang di bawah skuad sekarang pun dulu MU banyak meraih gelar plus permainan yang menarik. Dulu kita sampai bosan nunggu ini tim kapan kalahnya! Namun sekarang MU seolah menikmati betul sebuah kemenangan, walaupun dari tim medioker sekalipun.

Saya bukan fans Manchester United. Saya adalah Liverpudlian. Tapi semenjak Liverpool mengalahkan AC Milan di Final Liga Champion tahun 2003 hubungan saya dengan Liverpool sebatas benci tapi rindu. Maklum Liverpool adalah cinta pertama saya di tanah Inggris dan AC Milan adalah cinta pertama saya di dunia nonton bola. Menjadi Liverpudlian seolah memaksa saya untuk menjadikan Manchester United sebagai rival. Padahal alasan tidak menyukai MU bukan karena rivalitas, dulu mengira julukan The Reds Devil itu milik Liverpool ternyata itu milik Manchester United, itu saja! Jadi ini bukan perkara prestasi atau hal-hal ribet lainnya.

Di balik rivalitas, sejujurnya Manchester United di dekade 90-an adalah bukti apik sebuah etos kerja, budaya organisasi, kebanggaan, disiplin dan loyalitas. Saya kagum dan respect atas pencapaian dan kapasitas MU. Prestasi yang ditoreh saat itu bukan melulu karena membeli pemain mahal, tetapi buah dari pendidikan dan latihan yang terstruktur dan terencana baik.

Sir Alex Ferguson adalah sosok penting  dibalik semua kesuksesan itu. Harus diakui ia jenius dalam perkataan dan perbuatan.  Kekurangannya adalah ia terlalu lama di puncak plus kesuksesannya. Ia seperti telah manunggal dengan MU. Hal itu berakibat buruk. Siapapun suksesor Sir Alex seperti tidak lepas dari bayang-bayang keberhasilan dan sejarah kegemilangan MU. Korban pertama adalah David Moyes. Hanya 8 bulan membesut MU. Ia hanya diberi pilihan untuk menang tanpa diberi kesempatan untuk berproses. Padahal David Moyes adalah pilihan dari Sir Alex Ferguson juga.  

Analisis saya sederhana saja. Kontestasi Premier League sekarang semakin kompetitif. Sebenarnya tidak ada yang kurang dengan Jose Mourinho atau para pemainnya toh menang dan kalah biasa dalam kompetisi. Ekspektasi yang tinggi dari fans dan manajemen klub dan nama besar klub justru seperti membebani pemain. Mereka kurang bermain lepas dan mengeluarkan permainan terbaiknya. Dalam kompetisi yang semakin ketat untuk menjadi pemenang tidak hanya cukup dengan implementasi manual book plus belajar dari masa lalu tapi juga harus punya differensiasi, punya filosofi permainan.  Intinya MU harus mampu mengalahkan diri sendiri dan masa lalunya,  itu saja!


Sabtu, 15 September 2018

Ugh...Sudah September Lagi!


Uh sudah September lagi...
Sudah tanggal 14 September lagi
Merenung lagi...Introspeksi lagi, muhasabah lagi
Empat puluh satu tahun sudah!

Mencoba mengingat lagi perjalanan hidup!
Ugh ternyata kaki ini sudah lumayan jauh melangkah
Bibir ini sudah lumayan banyak bicara
sudah lumayan banyak berpikir dan bertindak!
Walaupun di Sisi Alloh SWT entah bernilai atau tidak!
di sisi kemanusian entah bermanfaat atau tidak!
Aku merasa belum berbuat lebih!
Terutama aktifitas ukhrowi, semua masih dalam bingkai sederhana
sangat sederhana sekali!

Mengingat kelahiran saat-saat ini adalah sangat istimewa!
pengingatan kelahiran berpadu dengan mengingat kematian!
Beraktifitas dengan dibayangi berbagai ketakutan!
Banyak hikmahnya!
lebih mensyukuri kehidupan ini (walaupun terkadang ketika sedang kurang ikhlas menjadi hal yang kurang mengenakan)
Ini hari adalah saat-saat ketika beriman itu menjadi sesuatu yang harus diperjuangkan betul
beriman kepada qadha dan qadhar tidak hanya tidak lagi sekedar hapalan tentang rukun iman
tapi menjadi suatu hal yang harus betul-betul diyakini dan diamalkan!

Kunci semua itu menerima apapun episode hidup kita adalah keikhlasan!
secara sederhana  orang bijak yang menjadi tetua saya mengatakan bahwa "Ikhlas itu tidak ada gerundel-gerundel, tidak ada penasaran,tidak ada tanda tanya dihati, blash...begitu saja" (Suheryana,2018). Itulah maqom perjalanan spiritual tertinggi menurut saya, dengan itu maka segala permasalahan hidup kita akan beres. Segala hal yang enak maupun tidak mengenakan akan berakhir dengan penyerahan total kepada Alloh SWT, sebuah sweet surrender! sumerah ka Gusti Alloh anu murbeng sadaya alam!

Merasakan sekali bahwa menjalani misi untuk menjadi mahluk berlevel manusia itu berat sekali!
membayangkan beratnya sebuah pertanggungjawaban!
Tapi bagaimanapun aku percaya bahwa "Alloh tidak akan membebani kita diluar kemampuan kita" dan apa yang terjadi merupakan yang terbaik  kita! 

Mari kita jalani, nikmati, syukuri nikmat hidup yang masih Alloh berikan bagi kita....dengan berbagai kebaikan yang kita bisa dan kita mampu!


Kamis, 13 September 2018

Kade Hilap Bintangna!



Sticker itu ditempel di belakang helm Mamang Ojol yang kupesan hari ini. Selain jumlah nominal yang diperoleh, penilaian dari pengguna merupakan hal penting bagi para driver Ojol. Tidak sulit dan tidak mahal. Baiknya kita jangan lupa memberi mereka bintang lima. Mudah-mudahan bonusnya lancar.

Kade hilap bintangna!” kata Mamang Ojol yang sambil mengangkat lima jarinya, ketika ia pamit mau bekerja lagi.  Telah beberapa kali aku menggunakan jasa ojek online. Lebih praktis dan lebih murah. Dijemput dan kita tidak lagi dihinggapi perasaan waswas tentang tariff. Jumlah yang harus dibayar tertera jelas. Takut kurang atau takut dikerjain tidak ada lagi. Perkara kita mau memberi lebih itu tergantung kita.

Dari perbincangan singkat dengan salah satu Mamang Ojol didapat informasi bahwa Driver Ojol di Kota Ciamis telah cukup banyak. Ia pun tadinya Driver salah satu operator Ojol dan sekarang pindah ke saingannya. Operator yang dulu banyak drivernya sehingga persaingannya cukup ketat. Sudah hampir dua tahun ia menjadi Driver Ojol. Ketika dihubungi beberapa waktu yang lalu ia sedang di Pangandaran katanya. Wuih berlibur. Tanda profesi ini cukup memberikan hasil.

Teknologi Informasi dan komunikasi telah menciptakan gelombang disrupsi di berbagai lini kehidupan. Termasuk di dunia perojekan. Sekitar tahun 90an naik ojek itu keren. Tidak sembarangan orang mampu naik ojek. Di banding dengan angkutan kota atau angkutan pedesaan, ongkos naik ojek lebih mahal. Saat itu orang masih jarang punya motor. Merek motor yang sering dipakai untuk ngojek saat itu berupa A100 Suzuki, Suzuki TRS, L2 Super Yamaha, Honda CB. Motor bebek jarang yang dijadikan Ojek dan rata-rata motor yang dijadikan ojek itu motor tua.

Kini ceritanya beda lagi. Motor gress pun banyak yang sudah diterjunkan jadi Ojek. Apalagi OJOL karena salah satu saratnya mungkin harus motor yang muda. Bagaimanapun Ojol adalah jawaban atas disrupsi. Berubah karena tuntutan jaman dan permintaan. Tinggal kitanya mau berubah atau tidak.

Sabtu, 08 September 2018

Kupat Tahu Mang Engkus


Sudah lama langganan Kupat Tahu Mang Engkus. Lebih dari satu dekade, sehingga ia sudah tahu keinginan saya, kupat tahu tidak pakai kecap. Mulai dari pakai gerobak dorong sampai sekarang memakai pick up yang dimodifikasi. Semenjak dari harga Rp. 4.000,00 sampai sekarang di kisaran Rp. 9.000,00an. Rasanya tetap sama dan tetap masih suka ngambil tahu dengan tangan dari penggorengan!

Pelanggannya heterogen sekali. Mulai dari yang hanya pesan dari balik kaca mobil dan kita-kita yang menikmati berbagi tempat duduk di pinggiran toko. Selain tahunya panas karena langsung diambil dari penggorengan, cita rasa bumbu kupat tahu Mang Engkus adalah kekuatan untuk bertahan. Ia adalah figur pebisnis yang ulet dan low profile.

Pertama nyicip agak heran juga. Ko tidak ada toge rebusnya. Di Ciamis bagian barat (tempat asalku) kupat tahu biasanya memakai toge rebus. Tapi dibeberapa tempat di Kota Ciamis juga banyak kupat tahu yang memakai toge seperti Kupat Tahu Odeg di Pasar Manis Ciamis.

Kupat tahu Mang Engkus Biasa mangkal di Jalan Pemuda, di seberang Gedung KNPI/Gedung Pemuda mulai pagi sampai siang. Hanya ada satu bangku panjang. Sepiring kupat tahu kita nikmati sambil mendengar suara kendaraan dan obrolan ringan warga. Ciamis adalah kota kecil, sehingga dinamika kota bisa terpantau dari obrolan-obrolan ringan di pinggir jalan.

Ada juga Kupat Tahu Ocih. Rasanya juga tidak terlalu mainstream. Satu aliran dengan Kupat Tahu Mang Engkus, tapi lebih encer. Jualannya sore hari sampai malam di daerah Swadaya Ciamis, masih di seputaran Alun-Alun Ciamis. Yang unik dari perkupatahuan di Ciamis adalah kerupuknya. Sama-sama merah.

Minggu, 26 Agustus 2018

Tenang We Atuh Lur!

Menjelang Pilpres eskalasi suhu politik semakin meninggi. Baik di level elit ataupun massa akar rumput. Baik di level praktisi, fans dan simpatisan bahkan yang ga punya hak suara sekalipun. Saling menghujat, menjatuhkan, memaki dan lain-lain. Beberapa  media massa dan pengamat sudah kehilangan netralitasnya, entah kenapa! Tanyakan saja pada rumput yang disabit. 

Mengapa harus sebegitunya! Benarkah karena idealisme atau pragmatisme, atau riwayat kebencian akut dan paranoid yang telah lama mendarah daging. Media sosial ramai dengan perang kata-kata. TL ku di FB dan Twitter mulai ramai dengan seliweran puja-puji, caci-maki. Share link dan gambar berupa pendapat yang menguatkan! atau kutipan berupa dasar yang melemahkan. Mungkin mereka menganggap status, link, share komentar dan pilihan dia akan membuat banyak orang berlaku dan berpikiran sama.  Kecuali orang yang memang punya kepentingan (minimal takut beda dengan opini publik yang telah terbangun dan itu lepas dari benar ataus salah), rasa-rasanya mayoritas kita sudah cerdas memilih. Dalam memutuskan untuk memilih paling tidak ada tiga kata kunci : objektifitas, ideologi, pragmatisme (baca:kepentingan termasuk uang didalamnya) serta kebencian dan ketakutan.

"bangsa ini akan kembali terjerumus pada lubang yang sama, setelah diceraiberaikan ketika  pilpres 2014, Pilkada DKI 2017, sepertinya akan kembali diporakporandakan pada Pilpres 2019". Ko Pileg tidak dihitung! 

Sekali lagi!selamat menyiksa diri karena sikap suka dan tidak suka.
Selamat merasa benar sendiri!
Selamat mencari-cari kenyataan yang dipaksakan!
tapi kita harus ingat, demokrasi adalah anak kandung kapitalisme
Yang mempunyai sumber daya yang besarlah yang punya peluang besar untuk menang
Mudah-mudahan suara kita tidak dipinjam oleh oligarki, mereka yang mempunyai sumber daya besar! 
Kita hanya "seperti" berharga ketika kampanye, selanjutnya oligarkilah yang bekerja!

Rabu, 24 Nopember 2004

Rabu, 24 Nopember 2004
Mengikuti Seleksi CPNSD Kabupaten Ciamis. Tempatnya sekarang di SD Linggasari I (SD Bebedilan I). Di tempat ini pula, sekitar tahun 1989 pernah mengkuti lomba Bidang Studi IPS Tingkat Kabupaten Ciamis......ga jadi juara hikshikshiks....tapi dapat pengalaman istimewa. Anak SD kampung yang baru kenal istilah PR (Pekerjaan Rumah) ketika menginjak SMP mendapat kesempatan ikut lomba tingkat kabupaten, jelas sebuah kemewahan.

Sebetulnya pada akhir tahun 2003 pernah juga ikutan seleksi CPNSD dengan formasi yang sama DIII Kesekretariatan. Tempatnya testnya di SMPN I Ciamis. Seleksi saat itu terasa sangat istimewa karena ditinjau langsung oleh H. Oma Sasmita, SH.,M.Si, Bupati Ciamis saat itu.

Menyisakan Ketidakpercayaan

Bulan-bulan terakhir ini banyak sekali pembelajaran hidup. Terima kasih telah memberikan bahan untuk belajar. Sangat berharga sekali. Sering...