Karena citra dihadapan manusia adalah hal krusial dalam
politik maka setiap kerja politik harus diumumkan, dipublikasikan. Apa yang
telah dicapai dan apa yang telah dikerjakan harus diberitahukan agar menjadi
bukti sahih bahwa ia telah bekerja dan mampu bekerja. Filosofi bahwa tangan kiri
tidak usah tahu ketika tangan kanan melakukan kebaikan kehilangan
eksistensinya dalam konteks kontenstasi politik. Kita tidak usah heran ketika
timbul saling klaim atas sebuah keberhasilan, masing-masing pihak merasa paling
berjasa! Kereta keberhasilan memang mengundang banyak gerbong untuk bergabung.
Sejatinya sebuah kerja itu tidak independen. Sebuah hasil
itu tidak lahir dari kerja individual. Ia muara dari sebuah kerjasama dan kerja
bersama. Gotong royong dalam arti yang sebenarnya. Sebuah bangunan berdiri
karena susunan pasir-pasir kecil yang kalau dipecah lagi terdiri dari gabungan partikel kecil. Namun
khalayak terkadang hanya melihat yang besar...pimpinannya! Keringat pekerja-pekerja
kasar hanya dihitung untuk kalkulasi biaya yang habis urusan ketika upah
dibayarkan. Itulah mengapa banyak orang ingin jadi pemimpin! Walaupun banyak
dari mereka yang menikmati popularitas di atas kerja keras anak buah dan
bersembunyi di balik kesalahan anak buah ketika kegagalan menimpa.
Urusan keikhlasan memang bukan urusan kita. Kita tidak
berhak memvonis ia ikhlas atau tidak, biarlah itu menjadi urusan ia dengan Sang
Khalik. Kita hanya bisa meraba dari sinyal-sinyal panca indera. Sang Mukhlisun
konon tidak lagi memperdulikan apresiasi manusia. Ia tidak lagi
menghitung-hitung amal dan perannya. Ia menghindari panggung dan tepuk tangan
manusia. Ia terus bekerja dan terus
waspada bahwa riya itu seperti semut hitam diatas batu hitam di malam yang
gelap.