Rabu, 25 Oktober 2017

Bunga Handeuleum



Kawenehan kalau kata Orang Sunda!
Memang baru kali ini melihat Pohon Handeuleum berbunga!
Walaupun mungil tapi keindahannya sangat menarik dilihat!

Daun Handeuleum (Daun Wungu, Jawa) atau nama latinnya grapthophyllum pictum, sudah dikenal sebagai obat herbal yang salah satunya berkhasiat untuk mengobati Wasir atau ambeien.  Selain untuk wasir, daun handeuleum juga dapat dimanfaatkan untuk beberapa penyakit lainnya. Pengalaman penulis rutin meminum rebusan daun handeuleum dapat meningkatkan daya tahan tubuh.

Tanaman ini relatif mudah untuk dikembangbiakan. Ditanam dengan stek batang dan relatif mudah untuk tumbuh. Tapi harus rajin dirawat, karena mudah terserang ulat. Ulatnya besar-besar dan hihhhh....matak kukurayeun bulu punduk. Ketika melihat bunga Handeuleum saya berpikir apakah khasiatnya lebih dari daunnya. Maka saya nisbahkan istilah baru grapthophyllum immortalis.
#periniaimmortalis
#teranaconda
#bloodorchig

Senin, 25 September 2017

CAT (Computer Assisted Test)


Konon jaman dulu selembar ijazah sekolah menengah apalagi perguruan tinggi adalah jaminan masa status sosial yang lebih baik. Saat itu tidak semua orang berkesempatan untuk menempuh pendidikan yang baik. Hanya mereka yang berdarah biru dan golongan saudagarlah yang punya kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang lebih. 

Jaman telah berubah. Jumlah penduduk semakin meningkat sementara sumber daya pemuas kebutuhan manusia semakin terbatas. Kondisi ini otomatis melahirkan persaingan hidup, struggle for life. Sesuai dengan kaidah Darwinian maka yang kuatlah yang akan bertahan, survival of the fittes.  

Dulu selembar ijazah juga berarti jaminan pekerjaan yang layak. Kini ketika jumlah lulusan Perguruan Tinggi lebih banyak dibanding lapangan kerja yang ada maka hal itu tidak ada lagi. Selembar Ijazah adalah modal awal untuk memasuki pintu persaingan lain yang lebih mengerikan. Bersaing dengan orang lain yang bisa jadi punya kapasitas sama atau bahkan lebih. Ketika The Fittes-nya banyak maka saringan-saringan baru telah disiapkan. Cerdas saja tidak cukup, sehat saja tidak cukup....makin banyak metode untuk benar-benar melahirkan calon pegawai yang paripurna. Sosok pegawai yang digadang-gadang mampu menjadi tenaga baru untuk mewujudkan organisasi yang lebih efektif dan efisien.

Hari ini kita menyaksikan jutaan angkatan kerja di Indonesia mengadu kemampuan untuk berkompetisi mengisi lowongan di beberapa pos pemerintahan, menjadi ambtenaar. Profesi yang kembali menjadi idola di era sekarang ini. Dulu profesi ini adalah profesi yang ekslusif. Sekarang informasi dan kesempatan untuk menjadi pangreh praja terbuka lebar, tidak dimonopoli oleh pihak-pihak dan golongan tertentu. 

Seiring perkembangan  jaman, testing menjadi seorang CPNS sekarang memakai sistem CAT (Computer Assisted Test). Sistem seleksi dengan memakai bantuan komputer untuk mendapatkan kandidat dengan nilai standar yang dikehendaki. Sistem ini lebih transparans. Kita dapat melihat langsung skor peserta secara real time. Mudah-mudahan ikhtiar ini dapat menjadi modal untuk mewujudkan reformasi birokrasi. 

Selasa, 19 September 2017

Dua Minggu Di Kiara Payung


Akhirnya berkesempatan juga menghirup atmosfer lingkungan Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur I Lembaga Administrasi Negara (PKP2A I LAN) di Kiara Payung Jatinangor. Tempat itu sayup-sayup ku dengar dari teman-teman yang mengikuti Diklatpim III beberapa waktu yang lalu. Kini dapat juga menuntut ilmu di sini sebagai upaya memantaskan diri, bekal unntuk mendidik dan melatih agar mempunyai kompetensi dalam mengampu pembelajaran. Diklat Kewidyaiswaraan Substantif Diklatpim III dan IV merupakan prasyarat agar kita dapat mengajar di Diklatpim III dan IV. 

Aku memang memilih menjadi seorang Widyaiswara. Dua belas tahun lebih berkecimpung di lingkup struktural cukup rasanya merasakan segala pengalaman yang aku maknai sebagai pembelajaran di universitas kehidupan. Aku memutuskan untuk memasuki dunia baru. Dorongan passion untuk menjadi seorang pengajar dan pembelajar tak kupungkiri menjadi dorongan besar. Di tengah segala hiruk pikuk ini aku memilih jalan sepi! Bukan menyerah terhadap keadaan, kalau ada kesempatan untuk memilih yang aku akan memilih! Toh struktural dan fungsional hanya dikotomi artifisial, hakekatnya ya sama, lahan ibadah dan pengabdian sekaligus pendaringan!

Kampus inilah merupakan milestone (kaya proyek perubahan aza nih....ga shabar ingin jadi coach heheheh) metamorfosa diri. Bagian dari upaya untuk memperbaiki diri. Membangun kapasitas agar dapat memberi manfaat!

Menatap arah selatan dari Puncak Kiara Payung bak menelisik diri yang sangat kecil di samudera kehidupan. Tak layak kita adigang adigung adiguna karena karunia yang Alloh titipkan kepada kita, entah itu kuasa, ilmu atau harta. Selain ikhlas, bersyukur adalah hal yang mudah kita ucap tapi sulit kita amalkan. 
Gedung itu menjadi saksi atas sebuah perdjoeangan
Kawan-Kawan Seperdjoeangan

Selasa, 15 Agustus 2017

Jampana

Jampana (sumber: desamekarsaluyu11.blogspot.co.id)
Ari ek mieling kamerdekaan 17 Agustus teh sok sono kana jampana. Di lembur kuring mah jampana teh geus jadi tradisi. Tiap dusun nu jumlahna genep (Dusun Desa, Cikujang Hilir, Cikujang Girang, Cijukungan Tonggoh, Sukamaju Hilir jeung Cibulakan) siga nu paalus-alus nyieun jampana. Rupa-rupa hasil tatanen raweuy dipake rarangken. Malah baheula mah keur booming lauk pelet, kungsi aya jampana anu hateupna ku kere lauk. Mangrupakaeun hiji kareueus mun hasil tatanen atawa ingon-ingon urang diangken jadi bahan jampana. Mudah-mudahan eta budaya gotong royong teh masih aya nepi ka ayeuna.

Baheula mah (duka pedah keur budak) ari ek Agustusan teh sok hate sok ratug tutunggulan. rebun-rebun keneh poean kudu geus mandi. "Tuh  sora dogdog geus nurugtug di Cikujang", Ceuk Indung kuring. Kaca-kaca geus dirarangkeunan bari digagantelan ku kadaharan sabangsaning opak jeung sajabana. Eta kadaharan teh diancokeun keur nu pawai.

Sono oge ka Pak Letnan Didi, anjeuna purnawirawan ABRI pupuhu rombongan pawai ti Cikujang Hilir anu kakoncara ku kreasi mintokeun nilai-nilai perjuangan. Memeriaman nu dipapaes bedil lodong, dar der dor matak ketir kana hate. Speaker Toa dipanggul ku rengrengan pawai, Pa Letnan Didi sibuk nganarasikeun perjoangan baheula ngerebut kamerdikaan. Intina urang kudu syukuran jeung ngeusi kamerdekaan ku ketak anu hade.

Rupa-rupa rengkak paripolah masyarakat dina raraga mieling kamerdekaan kudu diapresiasi. Tapi urang oge ulah mopohokeun kana inti kamerdikaan anu sabenerna. Urang ulah bosen-bosen tumanya, "Naha bener urang geus bener-bener merdeka?". Merdeka anu kumaha?. Sok kadang aya implengan aheng, mun sakirana urang hirup jaman revolusi urang ek milih jalan mana? Ek jadi pejuang anu toh pati ngalawan penjajah; ek jadi pengkhianat biluk/ngabantuan ka musuh asal hirup aman jeung nyaman, teu mikir bangsa jeung nagara nu penting diri jeung kulawarga salamet; ek jadi pemain oportunis kumaha angin nebak, jurus nanglu (meunang milu), pemain standar ganda jeung munapek, mun kira dipihak republik nguntungkeun nya ka pihak republik, mun kira tawaran musuh leuwih alus nya ngilu ka musuh, lolondokan, siga melaan lemah cai padahal sabenerna mah ulon-ulonna penjajah; atawa ek jadi rakyat biasa wae. 

Selasa, 25 Juli 2017

Ciamis, City of Harmony


Kalau ada yang bertanya, ingin seperti apa Kota Ciamis ke depan?. Jawabnya ya Kota Ciamis yang seperti sekarang ini. Bukan pro status quo apalagi statis tak mau berubah. Yang jelas pertanyaan awalnya  perubahan seperti apa dan untuk siapa?

Ketika kita hanya bermacet ria  manakala ada pemberangkatan ibadah haji dan musim mudik, apakah kita mendamba  bermacet-macet tiap pagi dan sore. Macet bukan indikator pertumbuhan ekonomi apalagi bukti masyarakat yang sejahtera ia adalah buah kegagalan tata kelola sebuah kota. Ramai tidaknya sebuah kota tidak serta merta mencerminkan sejahteranya dan bahagianya penduduk sebuah kota. Pertanyaan akhirnya "Siapa yang menangguk keuntungan besar dari keramaian itu?". Buat apa jadi ramai kalau kita menjadi asing di daerah sendiri baik itu dari segi ekonomi, sosial dan budaya.

Ciamis kini masih memberikan kenyamanan dan keamanan manakala kita mencari angin di ruang publik. Permasalahan sosial sebagai dampak ketimpangan dan kerasnya persaingan hidup belum teralu terasa di sini. 
Biarlah kota ini tetap menjadi Kota Kecil namun punya nama besar dan punya fasilitas yang memadai!
Biarlah tetap dijuluki Kota Pensiun agar penduduknya selalu ingat bahwa hidup ada siklus menurun tidak menjadi pribadi yang lupa diri, yang adigang adigung adiguna!
Biarlah tetap menjadi kota yang selaras, harmonis!
ada keseimbangan dunia dan ukhrowi! City of Harmony.
Tidak menjadi kota yang sibuk dengan dirinya sendiri!
Kalau kota-kota lain kini berlomba menjadi kota yang nyaman!
Haruskah kenyamanan, keselarasan dan keharmonisan yang ada kita tukar dengan sesuatu yang pada akhirnya kembali kepada bagaimana menciptakan keselerasan dan keharmonisan!



Minggu, 09 Juli 2017

In Memoriam: Pak Ramlan!

Penulis, Pak Ramlan (Alm) Pak Aris, Garut 01 Juni 2010
Selamat jalan mentor sekaligus sahabat!
Menyesal rasanya tidak sempat bertemu lagi!
Rasanya baru kemarin kebersamaan kita,
Banyak menimba ilmu dan pengalaman!
Tertawa bersama dan hampir tidak pernah ada tangis
dan angkara di antara kita!

Selamat jalan sahabat!
Mudah-mudahan diterima segala amal kebaikan.
diampuni segala khilaf dan salah!
Ya Rabb jadikanlah alam kuburnya sebagai salah satu taman dari tamannya surga!
Innalillahi wainna ilaihi roji'un!
Allohummaghfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fuanhu!

Selasa, 04 Juli 2017

Naik Podium!


Sudah lama sekali tidak berbicara di podium!
Akupun tidak ingat kapan terakhir kali naik podium!
Sering juga sebenarnya aku naik podium, tapi untuk merapal do'a, bukan untuk berbicara.
Jelas berbeda rasa antara berpidato dengan memimpin do'a.

Dulu aku akrab dengan podium,
peran sebagai ketua organisasi siswa, protokol acara pengajian dan lain-lain mau tidak mau memaksaku untuk naik panggung, atau setidaknya berbicara di depan khalayak!
Pertama segan lama-lama terbiasa!
Pengalaman yang menjadi sangat berharga di episode hidup selanjutnya!

Minggu kemarin berkesempatan lagi naik podium!
Helatan acara reuni SMP memberiku kesempatan untuk berbicara atas nama panitia!
Wah, kembali aku belajar, tapi lumayan lah!

Dulu pernah bermimpi menjadi seorang demagog!
Adolf Hitler adalah benchmark-nya!
Takjub sekali melihat kalau melihat orator yang mampu menyihir ribuan audiennya!
Tapi lama-lama obsesi itu tidak begitu menyeruak!

Berbicara di depan publik ya berpijak pada gaya sendiri saja!
tidak harus dibuat-buat dan dimirip-mirip!
yang penting keluar dari hati!
dan yang paling penting apa yang kita katakan itu yang kita lakukan!

Kamis, 22 Juni 2017

Dulag


Jualan Kulit Bedug di Maleber Ciamis

Salah sahiji kaarifan lokal atawa urf di bulan puasa jeung lebaran nyaeta ngadulag. Mun urang ngadulag di poe-poe biasa pasti teu galib tur disangka nu lain-lain. Pangdianti-antina sora dulag nyaeta sora dulag pas malem takbiran! Nungtrung silih tembal patarik-tarik jeung sora anu takbiran. Sora pepetasan (sok sanajan dilarang) aweur jeung kabungah hate! Isukan lebaran!

Teu sakabeh jalma bisa ngadulag. Teu aya ugeran atau pakem khusus tatacara ngadulag. Nu penting rada aya wirahma jeung variasi. Mun kolot ngadulag biasana anca, beda jeung gaya ngadulag budak ngora, powerpull kadang nepika kulitna soeh. Sakaapal kuring basa keur budak pangjagona ngadulag di Sukamaju nyaera Kang Ucu, ngadulagna lila teu eureun-eureun. Duka ayeuna mah sigana moal kuat kawas baheula da geus umuran.

Rata-rata kulit dulag tina kulit sapi, jarang tina kulit munding, komo kulit buaya mah! 
Ari rek lebaran sok aya istilah baju dulag, sendal dulag! Eta meureun kusabab urang meuli baju pakeun lebaran, dimana ciri khas lebaran sok ngadulag!

Aya oge paribasa anu make kecap dulag,
Jauh ka bedug anggang ka dulag, anu hartina urang lembur anu jauh ka dayeuh!

Wilujeng Ngadulag

Jumat, 16 Juni 2017

10000 Jam Lebih Jadi PNS!


Menurut Pak Budi Rahardjo dalam tulisannya (Sepuluh Ribu Foto), ada satu teori yang menyatakan bahwa kalau seseorang mengerjakan sesuatu sudah 10000 jam atau 4.8  tahun maka orang tersebut akan mempunyai kemampuan yang cukup dalam bidang tersebut sehingga bisa dikatakan sebagai ahli! Saya sudah melewati milestone tersebut sebagai seorang ambtenaar.  Jam terbang saya sebagai seorang birokrat sudah lebih dari 10000 jam sudah  lebih dari 20000 jam malah sudah berhak mendapat Satya Lencana Kesetiaan 10 Tahun (tapi saya belum dapat nih, kan lumayan buat angka kredit) !Lalu, apakah saya cukup ahli sebagai seorang Pangreh Praja! Susah juga jawab pertanyaan itu! Telah menjadi pakarkah saya?

Yang jelas perjalanan waktu selama satu dekade tersebut telah memberikan banyak pengalaman! Tambahan ilmu dan kesempatan belajar! Semakin mengerti dan memahami apa dan bagaimana dunia birokrasi! Belajar dalam sebuah dinamika kehidupan. Sepuluh ribu jam lebih jadi ambtenaar akhirnya dapat membenarkan apa yang pernah dinasehatkan seorang syeikh lebih dari setengah abad yang lalu "Janganlah engkau berambisi menjadi pegawai negeri. Anggaplah itu sebagai pintu rejeki yang paling sempit. Akan tetapi jangan menolak bila diberi peluang untuk itu, dan jangan meninggalkannya kecuali bertentangan dengan tugas-tugas dakwah".

Sepuluh ribu jam jadi lebih PNS (ditulis dengan huruf besar bukan maksud sekedar mengindahkan EYD, tetapi harapan memang layak ditulis dengan huruf besar) lebih banyak disibukan dengan ikhtiar menjaga hati tetap hidup. Kaki yang ringkih dan jiwa yang tak sempurna ini tertatih-tatih untuk dapat berdiri mempertahankan sejumput idealisme yang masih tersisa. Perjuangan itu pula yang kadang membuatku terasing dan atau mungkin "diasingkan". Sudah biasa aku menghadapi cibiran, pandangan sinis dan perilaku tidak menyenangkan. Bertebaran onggokan senyuman yang tak mampu kumaknai dengan pasti. Entah ketulusan atau "mupuas".

Episode hidup ini  mengingatkan pada salah satu judul masterpiece Pramudya Ananta Toer, "Nyanyi Sunyi Seorang Bisu" Aku mengagumi Pram sebagai seorang Maestro Sastra, tidak lebih! untuk ini mudah-mudahan aku ga dianggap "kiri". Ya, aku tak lebih dari seperti nyanyi sunyinya seorang bisu dalam sebuah keramaian! kalau Pram bercerita tentang ketidakberdayaannya menghadapi kesewenangan dan kezaliman sebuah rezim. Aku masih sangat beruntung bila dibanding Pram!
Aku tidak menghadapi sepatu lars dan popor senjata!
Aku tidak mendengar bentakan perintah bercampur amarah, caci maki serta sumpah serapah!
Aku tidak berada di Pulau Buru!
Aku masih bisa menulis! (walau kadang ada perasaan takut juga hihihi).

kata orang aku seperti bisu karena kurang mampu berbicara dengan bahasa yang banyak digunakan orang!
konon katanya aku seperti tuli karena kurang mau mendengar bahasa kebanyakan orang!
katanya aku seperti lumpuh karena berusaha tidak  melakukan apa yang dilakukan banyak orang.
banyak yang bilang aku orang aneh....koppig alias keras kepala!
ya begitulah, kata orang, yang belum tentu tepat benarnya!

Sebenarnya asaku sederhana saja, aku  hanya ingin "dimanusiakan"
dan butuh ruang untuk belajar menjadi manusia....manusia yang merdeka jiwa dan raganya!
Aku mencintai daerah ini, negeri ini, tanah ini......bangsa ini! dengan cara yang sederhana dan nyaris tanpa basa-basi sehingga terkadang salah dimengerti!

Cihaurbeuti, 31 Desember 2015. Kisah dibalik penggenapan sembilan bulan!

Senin, 12 Juni 2017

New Hope


Memandang langit dari tempat baru,
masih biru dan bertabur rindu!
Memandang awan dari sudut baru,
masih putih berhias asa!
Memandang Sang Merah Putih dengan semangat baru,
masih gagah berkibar, tegak menolak tunduk!

Untuk Tuhanku,
Penghambaan terbaikku!

Ikhtiarku,
Pengabdian terbaikku!

Bismillah,
Bi'idznillah!

Sabtu, 03 Juni 2017

Schole....(By. Goenawan Muhammad)



Bu, doakanlah saya, yang sedang menempuh ujian SKALU. Aku telah berhari-hari mempersiapkan diri untuk berkelahi diam-diam - untuk melangkahi ribuan anak lain yang berduyun-duyun di tempat luas ini.

Tahukah ibu betapa panjang rasanya ketidakpastian itu! Dua tahuh di kindergarten. Enam tahun di sekolah dasar. Enam tahun di sekolah menengah. Lalu: ketidakpastian diterima atau tidak di universitas yang baik. Setelah itu, kembali ketidakpastian menyiapkan masa depan di bangku kuliah.

Apa makna pendidikan seperti ini, ibu? Kesesakan yang tak putus-putusnya? Dulu konon, orang menyebut sekolah dari kata schole bahasa Yunani. Konon pulakata itu berarti semacam waktu senggang, kesempatan sang guru dan sang murid saling bertemu, memberi dan menerima. Kini, waktu senggang justru semacam pengkhianatan terhadap sekolah. 

Anakku, buka cuma kamu yang mengeluh. Di seluruh dunia orang tidak tahu lagi kata schole seperti itu. Orang Jepang menyebut masa testing sebagai shiken jigoku "neraka ujian". Tiap tahun 700.000 murid mencoba menerobos ke universitas, tentu saja memperebutkan yang top. Tapi di Todai, Universitas Tokyo, hanya ada 14.000 tempat.

Persaingan itu anakku, memang mengerikan. Sejak umum enam tahun anak-anak Jepang harus menghadapi pelajaran tujuh jam sehari - dan selama 12 tahun mereka harus demikian. Mereka belajar tak putus-putusnya dan menambah jam yang mencekik itu dengan les tambahan dalam juku. 

di waktu malah, ada anak-anak yang karena takut mengantuk, membiarkan diri diguyur air dingin di kepala. Mereka tak boleh terlalu enak beristirahat. Mereka harus siap untuk sekolah tinggi yang baik, yang berarti jabatan di perusahaan baik. Mereke harus keras.

Pernah ada sebuah universitas yang mengirim surat penolakan terhadap calon mahasiswa yang gagal: "Anda tak dapat terus hidup kalau anda tidak tangguh." Tak heran bila di Jepang sana dari tiap 100.000 anak remaja terdapat 17 kasus bunuh diri.

Tapi, nak, barangkali itulah bayaran bagi Jepang. Inilah negeri yang disebut No. 1 ....... 

Tapi tidakkah itu juga negeri para robot, makhluk cetakan yang hanya disiapkan untuk perusahaan raksasa? Bukankah pendidikan ialah untuk menumbuhkan kepribadian, memperkaya rohani, melatih akal budi dan penalaran? Memelihara terus peradaban manusia.

Sayang sekali anakku, analisa ekonomi neoklasik akhirnya menemukan bahwa pertumbuhan ekonomi di negara industri di abadi ke-20 ini adalah berkat investasi dibidang ketenagaan. Sekolah pun menjadi semacam pabrik, dan sekaligus alat penyaring. Masyarakat, kata orang, mencari yang paling produktif dan paling sanggup untuk meningkatkan pertumbuhan baru. Mereka membuka pintu, untuk mendapatkana suatu lapisan terpilih. 

Tentu pintu itu sempit, anakku. Ingatkah kah cerita Napoleon yang menyuruh tiap serdadunya menyimpan sebatang tongkat komando? Dikatakannya bahaw, dengan itu kepada mereka terbuka kesempatan untuk menjadi jenderal. Tapi berapa gelintir yang bisa dipucuk yang tinggi itu? Sebagian besar mereka tewas. Hilang, tenggelam.

Demikian pula yang terjadi dengan sekolah dan kesempatan kerja. Maka ketika kian banyak tenaga yang datang berduyun-duyun maul melewati pintu yang sempit itu, makin banyak pula rintangan yang dipasang. Dulu tak ada ujian SKALU, Dulu tiap ijazah hampir berarti jaminan ke sekolah yang  lebih tinggi. Kini semua itu tidak berlaku lagi. Alat-alat penapis baru disiapkan. Tentunya saja untuk itu biaya bertambah: masyarakat harus membayar ekstra - sementara tak berarti tenaga yang lolos leibh akan produktif akibatnya. Tapi mereka tak mengeluh juga rupanya. 

Kenapa mereka tak juga mengeluh, ibu? Kenapa tak cari jalan lain?

Karena pilihan masih lebih luas dari sekedar atau - jadi - robot - harakiri, anakku, dan itu berarti harapan, mungkin setelah kegagalan. Setidaknya itulah do'aku, anakku, dan rasa syukurku.

Catatan Pinggir
Goenawan Muhammad
3 Juli 1982

Kemenangan

Euforia kemenangan itu singkat...tidak lama! Setelahnya tuntutan-tuntutan yang nyaris tiada akhir! Fiddunya wal akhirat!