Sabtu, 15 September 2018

Ugh...Sudah September Lagi!


Uh sudah September lagi...
Sudah tanggal 14 September lagi
Merenung lagi...Introspeksi lagi, muhasabah lagi
Empat puluh satu tahun sudah!

Mencoba mengingat lagi perjalanan hidup!
Ugh ternyata kaki ini sudah lumayan jauh melangkah
Bibir ini sudah lumayan banyak bicara
sudah lumayan banyak berpikir dan bertindak!
Walaupun di Sisi Alloh SWT entah bernilai atau tidak!
di sisi kemanusian entah bermanfaat atau tidak!
Aku merasa belum berbuat lebih!
Terutama aktifitas ukhrowi, semua masih dalam bingkai sederhana
sangat sederhana sekali!

Mengingat kelahiran saat-saat ini adalah sangat istimewa!
pengingatan kelahiran berpadu dengan mengingat kematian!
Beraktifitas dengan dibayangi berbagai ketakutan!
Banyak hikmahnya!
lebih mensyukuri kehidupan ini (walaupun terkadang ketika sedang kurang ikhlas menjadi hal yang kurang mengenakan)
Ini hari adalah saat-saat ketika beriman itu menjadi sesuatu yang harus diperjuangkan betul
beriman kepada qadha dan qadhar tidak hanya tidak lagi sekedar hapalan tentang rukun iman
tapi menjadi suatu hal yang harus betul-betul diyakini dan diamalkan!

Kunci semua itu menerima apapun episode hidup kita adalah keikhlasan!
secara sederhana  orang bijak yang menjadi tetua saya mengatakan bahwa "Ikhlas itu tidak ada gerundel-gerundel, tidak ada penasaran,tidak ada tanda tanya dihati, blash...begitu saja" (Suheryana,2018). Itulah maqom perjalanan spiritual tertinggi menurut saya, dengan itu maka segala permasalahan hidup kita akan beres. Segala hal yang enak maupun tidak mengenakan akan berakhir dengan penyerahan total kepada Alloh SWT, sebuah sweet surrender! sumerah ka Gusti Alloh anu murbeng sadaya alam!

Merasakan sekali bahwa menjalani misi untuk menjadi mahluk berlevel manusia itu berat sekali!
membayangkan beratnya sebuah pertanggungjawaban!
Tapi bagaimanapun aku percaya bahwa "Alloh tidak akan membebani kita diluar kemampuan kita" dan apa yang terjadi merupakan yang terbaik  kita! 

Mari kita jalani, nikmati, syukuri nikmat hidup yang masih Alloh berikan bagi kita....dengan berbagai kebaikan yang kita bisa dan kita mampu!


Kamis, 13 September 2018

Kade Hilap Bintangna!



Sticker itu ditempel di belakang helm Mamang Ojol yang kupesan hari ini. Selain jumlah nominal yang diperoleh, penilaian dari pengguna merupakan hal penting bagi para driver Ojol. Tidak sulit dan tidak mahal. Baiknya kita jangan lupa memberi mereka bintang lima. Mudah-mudahan bonusnya lancar.

Kade hilap bintangna!” kata Mamang Ojol yang sambil mengangkat lima jarinya, ketika ia pamit mau bekerja lagi.  Telah beberapa kali aku menggunakan jasa ojek online. Lebih praktis dan lebih murah. Dijemput dan kita tidak lagi dihinggapi perasaan waswas tentang tariff. Jumlah yang harus dibayar tertera jelas. Takut kurang atau takut dikerjain tidak ada lagi. Perkara kita mau memberi lebih itu tergantung kita.

Dari perbincangan singkat dengan salah satu Mamang Ojol didapat informasi bahwa Driver Ojol di Kota Ciamis telah cukup banyak. Ia pun tadinya Driver salah satu operator Ojol dan sekarang pindah ke saingannya. Operator yang dulu banyak drivernya sehingga persaingannya cukup ketat. Sudah hampir dua tahun ia menjadi Driver Ojol. Ketika dihubungi beberapa waktu yang lalu ia sedang di Pangandaran katanya. Wuih berlibur. Tanda profesi ini cukup memberikan hasil.

Teknologi Informasi dan komunikasi telah menciptakan gelombang disrupsi di berbagai lini kehidupan. Termasuk di dunia perojekan. Sekitar tahun 90an naik ojek itu keren. Tidak sembarangan orang mampu naik ojek. Di banding dengan angkutan kota atau angkutan pedesaan, ongkos naik ojek lebih mahal. Saat itu orang masih jarang punya motor. Merek motor yang sering dipakai untuk ngojek saat itu berupa A100 Suzuki, Suzuki TRS, L2 Super Yamaha, Honda CB. Motor bebek jarang yang dijadikan Ojek dan rata-rata motor yang dijadikan ojek itu motor tua.

Kini ceritanya beda lagi. Motor gress pun banyak yang sudah diterjunkan jadi Ojek. Apalagi OJOL karena salah satu saratnya mungkin harus motor yang muda. Bagaimanapun Ojol adalah jawaban atas disrupsi. Berubah karena tuntutan jaman dan permintaan. Tinggal kitanya mau berubah atau tidak.

Sabtu, 08 September 2018

Kupat Tahu Mang Engkus


Sudah lama langganan Kupat Tahu Mang Engkus. Lebih dari satu dekade, sehingga ia sudah tahu keinginan saya, kupat tahu tidak pakai kecap. Mulai dari pakai gerobak dorong sampai sekarang memakai pick up yang dimodifikasi. Semenjak dari harga Rp. 4.000,00 sampai sekarang di kisaran Rp. 9.000,00an. Rasanya tetap sama dan tetap masih suka ngambil tahu dengan tangan dari penggorengan!

Pelanggannya heterogen sekali. Mulai dari yang hanya pesan dari balik kaca mobil dan kita-kita yang menikmati berbagi tempat duduk di pinggiran toko. Selain tahunya panas karena langsung diambil dari penggorengan, cita rasa bumbu kupat tahu Mang Engkus adalah kekuatan untuk bertahan. Ia adalah figur pebisnis yang ulet dan low profile.

Pertama nyicip agak heran juga. Ko tidak ada toge rebusnya. Di Ciamis bagian barat (tempat asalku) kupat tahu biasanya memakai toge rebus. Tapi dibeberapa tempat di Kota Ciamis juga banyak kupat tahu yang memakai toge seperti Kupat Tahu Odeg di Pasar Manis Ciamis.

Kupat tahu Mang Engkus Biasa mangkal di Jalan Pemuda, di seberang Gedung KNPI/Gedung Pemuda mulai pagi sampai siang. Hanya ada satu bangku panjang. Sepiring kupat tahu kita nikmati sambil mendengar suara kendaraan dan obrolan ringan warga. Ciamis adalah kota kecil, sehingga dinamika kota bisa terpantau dari obrolan-obrolan ringan di pinggir jalan.

Ada juga Kupat Tahu Ocih. Rasanya juga tidak terlalu mainstream. Satu aliran dengan Kupat Tahu Mang Engkus, tapi lebih encer. Jualannya sore hari sampai malam di daerah Swadaya Ciamis, masih di seputaran Alun-Alun Ciamis. Yang unik dari perkupatahuan di Ciamis adalah kerupuknya. Sama-sama merah.

Minggu, 26 Agustus 2018

Tenang We Atuh Lur!

Menjelang Pilpres eskalasi suhu politik semakin meninggi. Baik di level elit ataupun massa akar rumput. Baik di level praktisi, fans dan simpatisan bahkan yang ga punya hak suara sekalipun. Saling menghujat, menjatuhkan, memaki dan lain-lain. Beberapa  media massa dan pengamat sudah kehilangan netralitasnya, entah kenapa! Tanyakan saja pada rumput yang disabit. 

Mengapa harus sebegitunya! Benarkah karena idealisme atau pragmatisme, atau riwayat kebencian akut dan paranoid yang telah lama mendarah daging. Media sosial ramai dengan perang kata-kata. TL ku di FB dan Twitter mulai ramai dengan seliweran puja-puji, caci-maki. Share link dan gambar berupa pendapat yang menguatkan! atau kutipan berupa dasar yang melemahkan. Mungkin mereka menganggap status, link, share komentar dan pilihan dia akan membuat banyak orang berlaku dan berpikiran sama.  Kecuali orang yang memang punya kepentingan (minimal takut beda dengan opini publik yang telah terbangun dan itu lepas dari benar ataus salah), rasa-rasanya mayoritas kita sudah cerdas memilih. Dalam memutuskan untuk memilih paling tidak ada tiga kata kunci : objektifitas, ideologi, pragmatisme (baca:kepentingan termasuk uang didalamnya) serta kebencian dan ketakutan.

"bangsa ini akan kembali terjerumus pada lubang yang sama, setelah diceraiberaikan ketika  pilpres 2014, Pilkada DKI 2017, sepertinya akan kembali diporakporandakan pada Pilpres 2019". Ko Pileg tidak dihitung! 

Sekali lagi!selamat menyiksa diri karena sikap suka dan tidak suka.
Selamat merasa benar sendiri!
Selamat mencari-cari kenyataan yang dipaksakan!
tapi kita harus ingat, demokrasi adalah anak kandung kapitalisme
Yang mempunyai sumber daya yang besarlah yang punya peluang besar untuk menang
Mudah-mudahan suara kita tidak dipinjam oleh oligarki, mereka yang mempunyai sumber daya besar! 
Kita hanya "seperti" berharga ketika kampanye, selanjutnya oligarkilah yang bekerja!

Rabu, 24 Nopember 2004

Rabu, 24 Nopember 2004
Mengikuti Seleksi CPNSD Kabupaten Ciamis. Tempatnya sekarang di SD Linggasari I (SD Bebedilan I). Di tempat ini pula, sekitar tahun 1989 pernah mengkuti lomba Bidang Studi IPS Tingkat Kabupaten Ciamis......ga jadi juara hikshikshiks....tapi dapat pengalaman istimewa. Anak SD kampung yang baru kenal istilah PR (Pekerjaan Rumah) ketika menginjak SMP mendapat kesempatan ikut lomba tingkat kabupaten, jelas sebuah kemewahan.

Sebetulnya pada akhir tahun 2003 pernah juga ikutan seleksi CPNSD dengan formasi yang sama DIII Kesekretariatan. Tempatnya testnya di SMPN I Ciamis. Seleksi saat itu terasa sangat istimewa karena ditinjau langsung oleh H. Oma Sasmita, SH.,M.Si, Bupati Ciamis saat itu.

Kamis, 23 Agustus 2018

Operasi Appendixitis

Di Ruang Perawatan RS TMC Tasikmalaya
Pasca Operasi , 12 Mei 2018

Sudah sekitar tiga harian sakit pinggangku tak kunjung mereda. Maka sepulang kerja sambil pepeyegengan kuputuskan untuk diperiksa di sebuah Rumah Sakit, dan Innalillahi hasil pemeriksaan USG menunjukkan usus buntuku mengalami peradangan yang telah kronis (cronic appendixitis). Wuuhhh harus dioperasi, sebuah kata yang cukup menakutkan. Ketakutanku juga ditambah dengan kondisi jantungku yang belum prima karena "keistimewaannya" sehingga memerlukan kriteria khusus sebelum naik meja operasi.

Belum lagi ketakutan akan peritonitis, pecahnya usus buntu karena peradangan yang akan membuat proses operasi akan semakin kompleks. Akhirnya setelah ditimbang-timbang dan kondisi yang juga tidak kunjung membaik akhirnya kuputuskan untuk dioperasi, Menyempurnakan ikhtiar. 

Setelah berkonsultasi dengan dokter bedah, diputuskan operasi appendixitis akan dilaksanakan pada pada hari Sabtu 12 Mei 2018. Uh Ini kali pertama dioperasi. Pernah sih pada tahun 2009 di cath, tapi rasanya tidak setegang sekarang. Pikiran berpetualang kamana-mana. Menghitung kemungkinan ini itu. 

Sekitar pukul 07.00 an mulailah proses itu. Dibius dengan Spinal Anestesi, supaya kerja jantung tidak terlalu berat kata dokter spesialis jantung. Selama operasi jantung full sadar dan mendengar gemerincing alat-alat operasi dan pembicaraan dokter bedah dan kru-nya. Darahku yang kehitaman menarik perhatian mereka. 

Tidak sakit dan alhamdulillah proses operasi berjalan lancar. 

Pasca operasi terjadi insiden. Aku mengalami sesak. 
Kesadaran menurun.
Sepertinya karena meminum Oxycodone. Obat pereda nyeri tingkat tinggi.
Mungkin tidak cocok karena aku punya kelainan jantung dan Hipertensi Paru.


Rabu, 22 Agustus 2018

Angkringan

Angkringan di Depan Stasiun Maos Cilacap


Pertama menyicipi kuliner angkringan sekitar lima tahun yang lalu, di pelataran depan Stasiun Maos Cilacap. Menjelang keberangkatan ke Bandung setelah mlaku-mlaku di sekitaran tanah Cilacap. Sambil menunggu kereta berangkat, Mas Annas  tuan rumah sekaligus local partner kita selama di Cilacap mengajak menikmati suasana angkringan.

Hidangannya khas dan sederhana. Ada berbagai jenis gorengan, sate-satean, tahu tempe, nasi bungkus dan lain-lain. Ada beberapa makanan dan minuman yang terasa agak asing bagi saya yang punya lidah Sunda. Menunya juga sederhana. Bapak penjualnya ramah. Suasana yang mencerminkan cita rasa dan suasana kebatinan yang penuh kesederhanaan. Sesuai dengan makna dan epistemologi angkringan itu sendiri.

Dari berbagai literatur, konon kata Angkringan (berasal dari bahasa Jawa angkring yang dapat diartikan sebagai alat dan tempat jualan makanan keliling yang pikulannya mempunyai bentuk yang khas, yaitu berbentuk melengkung ke atas). Angkringan juga dapat dipersonifikasikan sebuah gerobak dorong untuk menjual berbagai macam makanan dan minuman di pinggir jalan di Jawa Tengah dan Yogyakarta

Ketika berbicara tentang sejarah angkringan maka mau tidak mau kita harus menyebut nama Mbah Pairo. Dari sosok inilah sejarah angkringan bermula. Mbah Pairo adalah pionir konsep angkringan di Jogjakarta pada sekitar tahun 1950-an. Ia adalah perantau dari Cawas, sebuah kawasan di Klaten. Keterbatasan sumber daya yang ada didaerah asal memaksa ia untuk mengadu nasib di Jogjakarta. Dari latar belakang inilah angkringan sering dinisbahkan sebagai semangat perjuangan untuk merubah nasib, menaklukan kemiskinan. Romantisme kehidupan yang mencerminkan kerja keras dan keuletan.

Di Ciamis juga akhir-akhir ini banyak yang kuliner yang mengadopsi konsep angkringan. Di seputaran Alun-Alun Ciamis dan sekitarnya mudah kita temui angkringan-angkringan yang menambah khasanah wisata kuliner di Kota Manis. Sesuatu yang lima tahun kebelakang tidak ada akan kita temui, entah sebuah akulturasi budaya, atau strategi pemasaran belaka! 

Jumat, 10 Agustus 2018

Ma'ruf Amin Effects



Mohon maaf tidak melengkapi nama beliau dengan sebutan gelar keagamaan. Bukan bermaksud tidak menghargai maqom keilmuan, kesholehan dan ketokohan dan pencapaian lain yang telah dicapai oleh beliau. Hanya kebutuhan agar judul tulisan ini lebih seksi saja, lebih eye and hear catching!

Lepas dari segala kontroversinya pemilihan Pak KH. Ma’aruf Amin sangat strategis dari berbagai kepentingan. Pertama dari figur, kapasitas dan popularitas segmental Pak KH. Ma’aruf Amin adalah untuk melengkapi kondisi eksisting Pak Joko Widodo (Jokowi). Seperti yang pernah dikatakan oleh Mahatma Gandhi bahwa orang akan mencari atau  meminta sesuatu yang tidak dimilikinya. Sebagian opini publik mempersepsikan bahwa pemerintah sekarang ini kurang bersahabat dengan umat Islam. Walaupun kenyataannya tidak sepenuhnya benar, toh sikap itu hanya terkait terhadap warna Islam yang mana. Secara umum hubungan Islam dan Negara di Indonesia baik-baik saja, tetap harmonis. Tapi setidaknya untuk kepentingan elektoral, keberadaan Pak KH. Ma’aruf Amin sebagai cawapres Pak Joko Widodo dapat mereduksi pandangan tersebut.

Kedua pemilihan Pak KH. Ma’aruf Amin juga akan mempunyai efek positif terhadap Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Diakui atau tidak walaupun dari beberapa survey yang dilakukan PDIP masih unggul, PDIP cukup khawatir dengan distigmakan sebagai partai pendukung penista agama. Walaupun PDIP tidak sendirian mendukung Ahok dalam Pilkada DKI, entah kenapa getah paling banyak justru diterima PDIP. Hasil Pilkada serentak 2017 dan 2018 setidaknya mengamini fenomena tersebut. Karena Pilpres 2019 akan berbarengan dengan Pileg maka aura positif religiusitas Pak KH. Maruf Amin akan dirasakan PDIP, setidaknya berupa berkurangnya sentiment negatif dan stigma yang tidak menguntungkan.

Ketiga diharapkan Pak KH. Ma’aruf Amin akan menjadi perekat persatuan dan kesatuan bangsa yang hampir 4 tahun terakhir banyak mengalami goncangan. Dinamika demokrasi berbuntut perselisihan berkepanjangan di tingkat pendukung. Ini tidak sehat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam suatu wawancara ketika dalam masa kandidasi Cawapres Pak Jokowi, Pak KH. Ma’ruf Amin pernah menyatakan bahwa, “Kalau untuk kepentingan bangsa dan negara memanggil harus siap!”.  Untuk menyatukan kembali bangsa inilah mungkin kepentingan bangsa dan negara yang dimaksud. Keberadaan Pak KH. Ma’ruf Amin juga diharapkan dapat mengeliminasi gesekan-gesekan bernuansa SARA di berbagai tingkatan.

Siapapun yang terpilih nanti mudah-mudahan yang terbaik bagi bangsa ini. Pak Prabowo dan Pak Jokowi adalah orang hebat dan baik. Pak Sandiaga Salahuddin Uno dan Pak KH. Ma’ruf Amin juga hebat dan baik. Mudah-mudahan dinamika demokrasi ini menemui tujuan akhirnya menciptakan masyarakat adil dan makmur, sejahtera lahir dan batin.

Rabu, 08 Agustus 2018

Penjahit Keliling


Saya tidak sempat menanyakan namanya apalagi asalnya. Kita hanya berusaha bertukar senyum ketika kebetulan bertemu. Gang Kecil di depan rumah saya menjadi rute wajibnya ketika bekerja berkeliling menjual keterampilannya menjahit.

Memakai sepeda yang dimodifikasi dengan mesih jahit dan selembar kecil tripleks berwarna hijau berisi sedikit tulisan iklan, jadilah ia seorang penjahit keliling. Inovasi ini sudah lama ada seperti juga tukang sayuran keliling yang kini banyak menggunakan sepeda motor. Keluar masuk jalan kecil di kampung-kampung pinggiran. Prinsip mendatangi konsumen merupakan strategi mereka untuk survive.

Penjahit merupakan profesi salah satu profesi yang sepi peminat. Jarang orang yang bercita-cita jadi penjahit. Mungkin profesi ini kurang prestise. Padahal Nabi Idris AS saja bekerja sebagai penjahit. Jumlah penjahit sekarang ini semakin sedikit sehingga hampir tiap penjahit overload. Jarang kita mendapatkan jasa penjahit yang tepat waktu. Tapi ya bagaimana lagi, kita memang sangat memerlukan jasa mereka. 

Kalau perlu perbaikan kecil, vermak dan lain-lain ya mending ke tukang jahit keliling. Efektif dan efisien. Hanya kehadirannya tidak dapat diprediksi. Berkat jasa tukang jahit keliling banyak baju yang tidak jadi beralih menjadi lap. Celana yang kekecilan dapat dipakai lagi. Berhemat sekaligus menghargai sebuah sandang. Bukan tidak mampu membeli. Tapi upaya sederhana untuk berkontribusi terhadap keberlangsungan bumi. 

Sabtu, 04 Agustus 2018

KA Serayu, Dulu dan Kini


Dipalak oleh pengamen di antara Stasiun Cikampek - Karawang adalah momen yang tidak terlupakan ketika naik Kereta Api Serayu. Tapi itu dulu, pertengahan Mei 1998 ketika aksi-aksi mahasiswa makin menuju titik kulminasi.  Di jalan-jalan menjelang meninggalkan Jakarta kulihat ramainya mahasiswa berdemo, menaiki Metromini sambil berteriak-teriak mengibarkan bendera organisasi! Uh betapa heroiknya mereka. Aku memilih pulang, karena uang sudah hampir habis dan perkuliahan mulai terganggu terkait situasi sosial politik yang semakin memanas. Toh aku juga bukan siapa-siapa, hanya seorang pengeras yel-yel, penambah tepuk tangan dan penggenap kepalan tangan! Jaket almamaterku tidak pernah mencium gas air mata apalagi bersentuhan dengan peluru tajam!.

Memilih naik kereta  karena saat itu naik kereta merupakan moda transportasi yang murah. Dengan karcis berbentuk kertas tebal kecil jarak Jakarta-Tasikmalaya dapat dilalui dengan biaya Rp. 4.000an. Tapi kita jangan mengharapkan kebersihan, kenyamanan apalagi keamanan. Copet dan pengamen bebas berkeliaran, bercampur dengan para pedagang asongan. Kereta api ekonomi saat itu seperti kurang mendapat perhatian. Tapi karena mudah tetap saja penuh, apalagi kalau musim mudik dan liburan.

Kini kereta api yang mengambil nama sebuah sungai di Jawa Tengah itu sudah berubah. Rutenya juga sudah berubah kalau dulu hanya sampai Kroya sekarang sampai Purwokerto. Mungkin hanya arsitektur tempat duduknya saja yang masih seperti dulu, Kurang ergonomis, apalagi kalau terisi penuh. Kita harus duduk tegak sepanjang perjalanan.

Pelayanannya pun telah berubah, dengan tarif  per Agustus 2018 sebesar Rp. 63.000,00 kita dapat menikmati perjalalan  full AC dan jumlah penumpangnya pun sesuai dengan kapasitas tempat duduk. Tidak ada pedagang asongan dan bebas asap rokok. Kecuali karena force majeur frasa "kereta terlambat dua jam cerita lama" tinggal kenangan.

Sabtu, 21 Juli 2018

Nyaleg itu Gimana Gitu! (Pengalaman dari Daerah)

Gedung DPRD Kabupaten Ciamis

Saya pernah mengikuti prosesi untuk dapat beraktifitas di gedung di atas. Dulu lebih dari satu dasawarsa yang lalu. Mungkin salah satu “kecelakaan” dalam perjalanan sejarah hidup ini adalah pernah ikut nyaleg. “Kecelakaan” yang positif tentunya. Bagi saya dan rangkaian hidup saya yang hampir kesemuanya ada dalam bingkai kesederhanaan, Nyaleg jelas merupakan sesuatu yang mewah. Bagaimana tidak mewah adik kelas waktu kuliah yang kerja di KPU Pusat sampai bilang, wah akang ikut nyaleg ya! Nama saya ada dalam lembaran negara, buku besar dokumentasi perjalanan demokrasi Indonesia yang kita cintai ini. Bolehlah saya bangga-bangga dikit.

Ketika nama lengkap ada di lembaran surat suara Pemilu Tahun 2004 untuk DPRD Kabupaten bagi saya merupakan kehormatan. Foto diri ada di sticker-sticker dan leaflet, ditempel disana-sini bagi saya yang dulu masih imut-imut merupakan sebuah lompatan besar. Betapa tidak imut-imut, diusia yang belum genap 27 tahun, ketika hidup masih sendiri, uang kadang ada kadang tiada, hanya bermodalkan sebuah sepeda motor tua, didorong untuk tampil! Manakala kini manemukan artefak sejarah berupa sticker bergambar diri yang masih menempel di pintu rumah para pendukung terkadang membuat diri ini tersenyum simpul. Owh aku ternyata aku pernah berambut banyak!

Lepas dari menang tidaknya, nyaleg merupakan pengalaman yang sangat menarik dan berharga. Bobot pembelajarannya melebihi beban SKS ketika menuntut ilmu di Perguruan Tinggi.  Nyaleg itu harus mau diundang kesana kemari oleh berbagai komponen, komunikasi dan kelompok . Memberikan sepatah dua patah kata (kaya pejabat aja deh pokoknya). Dan akhirnya merespon keinginan kelompok masyarakat yang mengundang yang terkadang sangat pragmatis. Saat itulah ada ungkapan bagi saya yang tergolong caleg agak-agak misqueenn ini terdengar  lebih horor dari Film Sundel Bolong  “Urang dieu mah crung creng kang!, nu penting mah akang masihan naon we nu karaos ku warga, InsyaAlloh aya suara!. (Orang sini kontan kang! ada pemberian InsyaAlloh ada suara). Saat itulah aku berandai owh andai aku caleg yang kaya raya!Mungkin tidak kalang kabut kalau diminta jadi solusi yang bersifat materi.

Nyaleg itu harus siap ketika ada yang datang bertamu. Dari berbagai kalangan dan latar belakang. Harus siap ngobrol ngalor ngidul. Harus shabar mendengar mereka berjanji siap membantu asal ….Pokoknya kematangan emosional kita betul-betul diuji. Tapi karena niat nyaleg saat itu tidak muluk-muluk dan bukan untuk kepentingan sendiri, semua berjalan nyelow dan enjoy! Tahu diri, sadar kapasitas dan potensi diri. Tanpa mengurangi keseriusan prosesi demokrasi dilalui dengan canda tawa. 

Mendapat satu dua suara dalam Pemilu itu tidak mudah! Sekali lagi tidak mudah! Jauh Lebih mudah mendapat like di status medsos. Orang yang satu daerah pun belum tentu memberikan suara untuk kita. Yang paling penting tentu dukungan dari keluarga besar kita. Dukungan dari keluarga itu tulus, tidak bergantung partai apa dan telah memberi apa. Walaupun pada kenyataannya dukungan keluarga besar itu tidak akan  mencapai 100%, ya wong namanya juga pemilihan, terkadang terkait dengan  hati dan berbagai hal lainnya.

Berdasarkan pengalaman, nyaleg itu juga perlu gizi dan logistik. Kita tak cukup bermodal citra diri dan citra partai. Dalam kenyataannya peredaran gizi dan logistik yang lancar akan mengalahkan citra diri dan citra partai. Ada pengalaman unik, dari satu daerah kita dapat suara sama persis dengan jumlah kaos yang kita bagikan. Untuk itu nyaleg itu sebaiknya tidak ujug-ujug. Tapi harus menanam sejak lama. Menanam itu tidak harus materi. Bibit dan benih kebaikan yang dapat ditanam itu banyak jenisnya.

Dulu tuh punya amunisi Kalender, Kaos dan Sticker saja kita sudah bersemangat.  Melihat ada orang yang pakai kaos partai kita, wuih senangnya bukan main. Nyaleg sekarang terbantu dengan adanya internet dan terutama media sosial. Kampanye dan sosialisasi akan banyak termudahkan. Dulu belum musim bikin spanduk atau baligo, paling banter sticker dan kaos partai bergambar caleg. 

Tapi tetap pertemuan langsung itu penting. Medsos, media masa dan media elektronik kalau diibaratkan piranti serangan udara yang tidak akan efektif bila tidak didukung oleh Pasukan Infantri, Pasukan Darat. Dalam kontestasi Pemilihan Umum sekarang, penguasaan territorial menjadi penting.
Seperti halnya konteks pemilihan yang lain, Nyaleg juga merupakan sebuah seni, adu strategi. Dulu di partai kami itu, antar caleg ga saling bersaing, tapi saling mendukung. Maka kita sering motoran bareng, kampanye bareng, logistic juga dibuatin. 

Sejatinya kompetisi antar caleg baik dalam satu partai maupun antar partai juga jangan kontrapoduktif apalagi melebar ke arah konflik horizontal. Kontestan harus bersaing secara sehat dengan mengedepankan niat baik untuk melebarkan peluang berbuat baik. Sependek pengetahuan saya ketika telah menjadi Anggota Dewan sekat-sekat partai, perbedaan platform dan ideologi itu tidak terlalu dominan lagi, lebih ke arah bagaimana bersama-sama membangun daerah pemilihan (Dapil). 

*Tulisan ini didedikasikan buat teman dan kolega yang tengah dan akan berkiprah membangun masyarakat di bidang politik. Selamat berjuang! 

Kemenangan

Euforia kemenangan itu singkat...tidak lama! Setelahnya tuntutan-tuntutan yang nyaris tiada akhir! Fiddunya wal akhirat!