Jumat, 24 Maret 2017

Pasir Ipis

Pasir Ipis dari arah pandang Cihaurbeuti
Pasir Ipis adalah legenda. Konon dulu adalah tempat persembunyian Pasukan DI/TII, Gorombolan kalau orang tua kami bilang. Sehingga kurun waktu akhir tahun 1950an sampai 1962an sering disebut jaman Gorombolan atau jaman ngungsi. Jangankan bagi para sejarawan bagi kami sendiri DI/TII sendiri banyak versi. Siapa dan seperti apakah DI/TII. Belum lagi banyaknya faksi di dalam organisasi DI/TII sendiri.  Namun yang jelas bagi mereka yang mengalami jaman itu adalah jaman yang serba salah. Harus terlihat senetral mungkin! karena kalau terlihat memihak tentara malamnya akan menjadi sasaran Gorombolan dan kalau terlihat memihak Gorombolan, siangnya akan menjadi sasaran tentara. 

Suasana di Puncak Pasir Ipis (sumber foto: FB Didin G-Boy
Pasir Ipis adalah salah satu bukit di Kawasan Gunung Sawal, dapat ditempuh 2,5 jam dari Dusun Buniasih Tonggoh, salahsatu Dusun di Desa Cihaurbeuti Kecamatan Cihaurbeuti. Selain aspek sejarah, hal lain yang menarik dari Pasir Ipis adalah adanya mengger (punggung) bukit yang oyag (bergoyang-goyang).  Menegangkan kata yang sudah pernah ke sana. Apalagi kalau angin bertiup kencang. Duh pengen nyoba adventure neh, tapi napas ma lutut kuat ga ya!

Minggu, 19 Maret 2017

Aku dan GM



Dulu saya pengagum Goenawan Mohamad (GM) dan pembaca setia Majalah Tempo tentunya. Foto Copian di atas merupalan salah satu karya GM yang terus ku kenang. Copian itu sudah lecek...maklum sudah hampir dua dekade dan sering ditempel di dinding kamar kosan, Dikopi dari Bunga Rampai Catatan Pinggir GM, koleksi Perpustakaan UI. Schole, Catatan Pinggir yang mengkritisi dunia pendidikan kita, dulu dan sekarang. Saat itu seolah pembenaran bagiku untuk mengkritisi sistem perkuliahan di Politeknik UI yang rigid! Padahal aku aza yang males bangun pagi dan pulang sore!

Gaya bahasa menulisku dalam banyak hal banyak dipengaruhi GM dan Temponya. Tempo dulu memang unik, Majalah Berita yang bercita rasa sastra. Kritik yang dibangun tidak berhadapan secara diametral dengan apa yang dikritiknya, bersayap! Walau kritik terhadap pembelian kapal bekas Jerman Timur memang sangat vulgar dan menyasar seseorang (saat itu aku belum bisa membaca orientasi politik seorang GM). Membaca berita yang mengkritisi kebijakan orde baru saat itu adalah sebuah kemewahan! Membacanya terasa sueger bak minum es kelapa muda siang bolong di pinggir jalan! Rubrik favoritku adalah Catatan Pinggir dari sang maestro, GM. Membaca Catatan Pinggirnya membuatk seolah jadi demagok. Kutipan-kutipan dari tokoh-tokoh politik, moral dan sejenisnya yang kadang tak kupahami betul menjadi daya tarik catatan ini. Hal yang mempengaruhiku untuk sering menggunakan kata-kata tak populer dan cenderung berat dalam keseharianku. Setidaknya aku terlihat intelek! bhahahahah!. 

Sepertinya GM dan Temponya kini sudah berubah! !Atau aku yang berubah? Entahlah!. Kuncinya tetap pada "kepentingan". Adagium bahwa "kepentinganlah yang abadi" sepertinya cocok untuk menggambarkan situasi ini. GM dan aku berbeda kepentingan (ceileh!). GM punya nilai dan kepentingan-kepentingan yang harus diperjuangkan, begitu juga aku. GM kini seperti tengah menikmati hasil pertaruhannya dulu. 

Kamis, 16 Maret 2017

Potret yang Dipotret


Melihat sebuah potret ibarat melihat kepingan-kepingan hidup!
Baik hidup kita atau orang lain. Orang lain di kehidupan kita atau kita di kehidupan orang lain!
Potret akan memaksa kita untuk mengingat peristiwa, bahkan peristiwa di balik peristiwa!
Potret memang menyimpan selaksa makna, memendam sejuta cerita!
Mengenang peran-peran yang pernah kita mainkan!
Baik peran wajar maupun peran berpura-pura seperti dilirik lagu "Panggung Sandiwara".
Ada potret jujur ada potret artifisial!

Namun sayang kamera hanya bisa memotret masa lalu
tidak bisa memotret masa depan!
Sehingga tidak heran, sejarah selalu mengungguli masa depan!

Sabtu, 04 Maret 2017

Nak!


Ketika melihatmu mulai tertarik dengan buku, bapak senang! Senang sekali! Seolah melihat bayangan diri beberapa dekade yang lalu. Pustaka 2000 di Mega M (Asoka Plaza) sebelum terbakar di akhir tahun 90an adalah "surga" pertama yang memuaskan dahaga akan buku. Selain perpustakaan Mesjid Agung Tasikmalaya, Pustaka 2000 adalah cerita indah membaca buku tanpa pengorbanan yang besar. Perpustakaan Mesjid Agung Tasikmalaya banyak membuka pemikiran tentang khasanah Keislaman.....Dimana sekarang Kang Abay yah? Petugas Perpustakaan Mesjid Agung Tasikmalaya tahun 90an.

Gramedia Gelael Kedoya, Gramedia dan Gunung Agung di Mall Ciputra, Gunung Agung Plaza Depok adalah oase selanjutnya bagi seorang anak muda yang saat itu tengah haus akan ilmu.

Main game boleh itu boleh nak!boleh sekali!
tapi jangan sekali-kali tinggalkan bukumu!
dan terutama jangan pernah sekalipun tinggalkan Quranmu!Quran kita!

Senin, 20 Februari 2017

Hidup yang Tidak Pernah Dipertaruhkan Tidak Akan Pernah Dimenangkan!



Itu konon quotesnya Sutan Syahrir, tapi sumber lain mengatakan itu merupakan quotesnya Johann Chistoph Friedrich von Schiller.
Lepas dari itu kadang aku merenung, betulkah!
Apa yang dipertaruhkan dan kemenangan seperti apa!
Apakah pertaruhan disini berarti memilih jalan yang penuh resiko?
Bisa melawan rejim atau pihak yang dianggap despotis dan kita berada dalam posisi yang dhoif?
Apakah pertaruhan disini meninggalkan zona nyaman?
Memilih sesuatu yang belum jelas?
Apakah bertaruh disini adalah memilih jalan yang viveri vericoloso...memilih jalan yang menyerempet-nyerempet bahaya?
Mempertaruhkan jabatan, fasilitas dan prestise sekarang untuk tingkat jabatan, fasilitas dan prestise yang lebih tinggi!
Atau jangan-jangan kemenangan itu ya berupa jabatan, fasilitas dan prestise atau tingkat hidup yang lebih meningkat!

Yang jelas mungkin Bung Karno tidak akan seperti yang kita kenal dan kita kenang sekarang kalau misalnya beliau dulu memilih hidup nyaman bekerja dengan memanfaatkan ke-Civil Engineering-annya!
Budiman Sudjatmiko, Andi Arief, Fajroel Rahman mungkin tidak akan hidup uenak seperti sekarang jika tidak bertaruh dengan menentang Orde Baru!
Iwan Fals juga tidak akan hidup uenak seperti sekarang jika dulu hanya bernyanyi tentang cinta! bukan bernyanyi dengan lirik yang mengkritisi Orde Baru!
Cuma kok kenapa Sri Bintang Pamungkas hidupnya seperti tidak pernah uennnaak,,,,,,,,!
sepertinya memang beliau terus bertaruh dan akan terus bertaruh....(berada diseberang kekuasaan adalah pilihannya!)

Agus Harimurti Yudhoyono juga sepertinya telah mempertaruhkan hidupnya!
Dzohirnya gagal...bathinnya menang!

Penulis juga pernah mempertaruhkan hidupnya.......(ah itu mah bukan bertaruh!)
Dzohirnya gagal tapi bathinnya menang!

Banyak orang yang mempertaruhkan hidupnya!
Tak selalu menang!
Tapi setidaknya......mereka telah berjuang! Toh di akhirat menang dan kalah bukan standar penilaian kinerja selama hidup! #terASN

Kopi Rajadesa (inpicture)

Rajadesa, sebuah kecamatan di utara Kabupaten Ciamis yang langsung berbatasan dengan Kabupaten Kuningan menyimpan berbagai potensi. Tanahnya yang subur dan udaranya yang sejuk sangat cocok untuk budi daya kopi. Bagi masyarakat di sana, menanam kopi seakan menjadi tradisi turun temurun. Perjalanan hari ini ada dalam balutan hawa sejuk pegunungan yang dihiasi wangi khas bunga kopi. Potensi besar untuk dikembangkan. 

Kopi Rajadesa Matang Pohon


Tanaman Kopi Rajadesa, dengan latar belakang wilayah Kuningan

Sedang berbuah



Jumat, 17 Februari 2017

Nganjang ka Tigaherang


Tepung jeung Kang Kuwu Tigaherang estu lir tinemu guru hirup! Asa lantis kacape lalampahan puluh-puluh kilometer, ratus malah! sabada tepung di Baledesa Tigaherang sababara waktu katukang, poe ieu kuring tepung deui jeung Kang Kuwu! Teu dihaja jeung teu disangka!. Satadina kuring diajak ngareureuhkeun kacape ku Mang Endin teh di Warung Baso, tapi kuring ngusulkeun kumaha mun di Tukang Sate! Ti ieu kajadian ge hikmahna gede pisan! urang teu apal bakal panggih jeung saha sabaraha menit kahareup!

Bari nyate, ti Kang Kuwu kuring loba mulungan elmu! boh elmu kahirupan boh elmu agama, oge contoh nyata ngamalkeunana!
Kumaha diajar ikhlas
kumaha diajar jembar
jeung kumaha yakin ka Gusti Alloh!
Mun keur teu boga duit ulah pusing....biasa we cenah!
Mere mangfaat ka sasama teh utama!
Teu kudu nu gede....teu mere kasusah jeung karuwet kabatur ge pan geus mangrupakeun hirup anu mangfaat!
Pikanyaah budak yatim!
Ulah nyaah infak jeung shodaqoh!
Gantina sok crung creng! manglipet-lipet!

Kang Kuwu ge ngadongengkeun pangalamana salaku pupuhu lembur
keur kuring asa dongeng, sabab asa jarang jaman ayeuna aya figur pupuhu model anjeuna!
salah sahiji contoh khadimul ummah! nyata ieu mah, lain ngan ukur retorik atawa lips service!
Asa jarang atuda jam 15.00 kuwu aya keneh di kantor!
"Kuring mah kang hampir tiap poe kadatangan kunu gelo (atawa ceuk batur mah cenah eta jelema teh gelo)!".
"Na teu ngaganggu kang?"
Henteu....pan koncina niat, ikhlas .....mere mangfaat! Nu gelo atawa nu ceuk batur gelo ge sarua mahluk Gusti Alloh!......jlebbb!....kuring mah boro-boro ngabonceng nempo ge sok teu hayang!
Tong boro ka manusia, ka tatangkalan ge pan urang kudu nyaah,  mun ek nuar tangkal ge ulah padu gebot!
Pas ek babayar anjeuna rikat!....diulah-ulah malah ek ditraktir, malah siga rada ngambek!
Mun teu daek dibayaran berarti ngajak ribut...kitu anapok teh!
Beuhhhhh! Nuhun Kang!

Minggu, 05 Februari 2017

Massa dan Kuasa

Siang menjelang sore bergegas ke kota tetangga, memenuhi janji untuk menghadiri pertemuan panitia reuni akbar alumni SMA-ku. Terlambat, karena sebelumnya juga silaturahmi dengan teman-teman SMP-ku, arisan bulanan sekaligus persiapan reuni alumni. Agenda ahad ini padat merayap!

Memasuki pinggiran kota berpapasan dengan rombongan kampanye pemilihan kepala daerah. "Mudahan ga ada insiden apapun!", gumanku. Bagaimanapun berpapasan dengan kerumunan massa mempunyai potensi resiko. Dentuman suara musik dari soundsystem yang dipasang di mobil pick up seolah menebar "ancaman kuasa". Sorak sorai peserta kampanye dan suara keras knalpot motor seolah pakem mutlak sebuah kampanye yang melibatkan masa. Orang-orang bejibun di pinggir jalan dan seorang anak kecil tampak mengibar-ibar  bendera sebuah parpol. Gembira dengan kepolosannya. 

Makin menuju pusat kota, cuaca terasa semakin panas. AC mobil serasa hanya menghembuskan angin. Maklum mobil tua. Atau mungkin panasnya persaingan  perebutan kuasa telah mengalahkan sejuknya udara pendingin ini. 

Ah kekuasaan itu memang menggoda!
Kekuasan itu genit!
Kekuasaan itu seperti gemerlap lampu
dari jauh tampak indah
tapi ketika didekati dan dimiliki
kalau tanpa kemampuan mengelola yang mumpuni
Akan menyilaukan, sehingga banyak yang gelap mata!
Tentu senang punya banyak pengikut
pasti bangga dielu-elukan massa! 
Kepuasan tersendiri, yang untuk itu orang rela mengorbankan banyak hal!
Libido untuk berkuasa memang menggairahkan, walau banyak orang yang terjebak!
Fakir kuasa! bentuk kefakiran yang tak banyak orang mampu menghindarinya!

Sabtu, 04 Februari 2017

Gunung Madati

Gunung Madati, Mekarbuana, Panawangan

Ketika ada tugas untuk pergi ke desa-desa, aku senang sekali! Bahagia rasanya bisa sedikit mengeksplorasi daerah yang sebelumnya belum pernah didatangi. Lingkungan yang relatif masih asri menghijau, sawah-sawahnya, gunung-gunung dan masyarakatnya yang ramah, ramah yang dari hati! senyum mereka jadi penawar lelah perjalanan. Ditemani sepeda  motor kesayangan "Si Legend" petualangan ke daerah baru semakin penuh dinamika.  Semua pengalaman bermuara pada tafakur! muhasabah diri! 

Hari ini (Jumat, 03 Februari 2017) sampai ke Gunung Madati, sebuah gunung kecil di Desa Mekarbuana Kecamatan Panawangan Kabupaten Ciamis. Desa ini desa baru, pemekaran dari Desa Sadapaingan. Jalan-jalan desa dapat dikatakan 80% mulus. Penduduknya ramah-ramah. Mayoritas mereka bertani, memelihara ayam, domba dan  sapi. Di sini juga saya bertemu seorang ustad muda, dan saya menasbihkannya sebagai seorang mujahid, pejuang! Betapa tidak, beliau beserta  istri dengan status "ngumbara" (tinggal bukan di daerah kelahiran), dimukimkan di desa ini untuk membimbing kehidupan beragama masyarakat dengan hanya bermodal tekad dan keistiqomahan!. Dan sepertinya kiprah beliau cukup berhasil. Metode dakwah dengan memukimkan santri di sebuah daerah merupakan metode umum, dan hari ini saya melihat legenda hidupnya. 

Kantor Desa Mekarbuana

Gerbang Desa Mekarbuna



Kamis, 02 Februari 2017

Tetiba

Tetiba aku ingat Widji Tukul
bukan karena ia kiri atau kekiri-kirian
ingat karena ia pernah bersuara dan melawan
terhadap apa yang ia anggap sebagai kesewenangan

Tetiba aku ingat Pram
bukan karena ia kiri atau kekiri-kirian
ingat karena ia juga bersuara dan melawan
terhadap apa yang ia nilai sebagai tiran

Tetiba aku ingat
Natsir,
Tan Malaka,
Sri Bintang
dan banyak nama lain yang  memilih berada dibarisan tidak biasa

Walau akhirnya mereka ada yang dihilangkan dan diasingkan!


Tetiba aku ingat seorang kawan
bukan karena ia orang penting atau pegawai rendahan
ingat karena ia juga pernah bersikap terhadap sebuah persoalan
walau akhirnya ia juga diasingkan!

Ciamis, 2 Februari 2017

Sabtu, 28 Januari 2017

Sensasi Perbatasan Ciamis-Cilacap (Kaso-Bingkeng)

Sungai Cijolang

Jembatan Sungai Cijolang

Tugu Perbatasan 
"Song jelema nu dongkap anyar teh ngasongkeun serat ka Dalem Kawasen. Ari diaos, serat ti Kanjeng Bupati Galuh, ngawartosan, yen balad Galuh moal tiasa dikintun ka Kawasen, margi perjurit Mataram dinten mangkukna wartosna parantos ngalangkung ka Dayeuh Luhur, pidongkapeunana tangtos ka Pakidulan Tanah Rancah, malah moal lami oge mareuntas di Cijolang....." (Mantri Jero, Halaman 99, R. Memed Sastrahadiprawira).

Walaupun kutipan tersebut bukan dari buku sejarah, hanya sebatas novel berbahasa Sunda, tapi berpijak pada sejarah. Hari ini berkesempatan untuk melewati perbatasan Ciamis-Cilacap dititik Desa Kaso (Tambaksari, Ciamis) dan Desa Bingkeng (Dayeuhluhur, Cilacap). Daerah yang tersebut di novel itu (Rancah, Dayeuhluhur dan Cijolang) benar adanya. Sambil menikmati panorama eksotis di jembatan Cijolang, pikiran menerawang ke masa silam! Membayangkan ribuan pasukan Mataram melewati daerah ini ketika menginvasi Priangan Timur! Secara geografis dan topografis memang memungkinkan untuk menyebrang Sungai Cijolang di daerah ini, landai, dangkal  arusnya tidak terlalu deras. 

Sejarah bahwa Galuh dan sekitarnya pernah dikuasai oleh Mataram (Jawa) masih dapat ditemui sisa-sisa sisi sosiologisnya pada beberapa orang tua kita. Mereka menganggap orang Jawa sebagai "lanceuk" atau kakak. Sehingga kadang mereka tidak dan atau kurang merestui ketika seorang lelaki Sunda akan mempersunting perempuan suku Jawa. Tapi kalau sebaliknya mereka mendukung! "sok beunghar cenah" wallohu'alam!

Kemenangan

Euforia kemenangan itu singkat...tidak lama! Setelahnya tuntutan-tuntutan yang nyaris tiada akhir! Fiddunya wal akhirat!